Tampilkan postingan dengan label Catatan Harian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Catatan Harian. Tampilkan semua postingan


Siapa sih yang gak pengen lanjut kuliah gratis dengan beasiswa? Kuliah dengan beasiswa tentunya akan meringankan pikiran dari beban biaya yang harus dikeluarkan setiap semesternya. Ditambah lagi biaya-biaya lainnya yang tak terduga.

Di hari terakhir bulan mei ini, aku ingin meninggalkan catatan kenangan di sini. Tentang Sosialisasi Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) beberapa waktu lalu. Nampaknya aku mulai rajin ngeblog. Semoga tetap rajin sampai bile-bile. 

Pada hari jumat, 26 Mei 2023 yang lalu, telah dilaksanakan kegiatan Sosialisasi Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) Kemendikbudristek oleh Kelurahan BPI Unesa 2.0. Kegiatan ini tuh adalah salah satu program kerja Kelurahan BPI Unesa 2.0. Tepatnya di bawah naungan Divisi Akademik dan Beasiswa. Kebetulan aku adalah salah satu anggota divisi ini yang kemudian dalam kepanitiaan diamanahkan sebagai koordinator acara.

Foto diambil setelah semua peserta pulang


Tiap kali merencanakan dan melaksanakan kegiatan sosial dan pendidikan, aku senang sekali. Karena aku memang senang berorganisasi. Bagiku, berorganisasi itu adalah kebahagiaan. Kata temanku, bahagianya aku adalah berkegiatan dan melakukan banyak hal. Kadang-kadang aku terpana-pana juga sama kalimat temanku itu. Tapi ada benarnya. Memang begitu adanya. Justru kalau tidak berorganisasi, semacam ada yang hilang dari hidupku. Salah satu cara untuk menyalurkan 20 ribu kata nya perempuan. Hehe. Gak cuman itu sih. Berorganisasi itu adalah cara menyalurkan pikiran-pikiranku yang terus berputar. Ibarat mesin, pikiranku hanya berhenti ketika tidur. Lebay aku tuh. Berorganisasi juga sama hal nya dengan hiburan+liburan bagiku.

Di tulisan ini aku gak bakal cerita berapa banyak yang hadir dan bagaimana perencanaan program hingga terlaksananya. Karena itu sudah kutulis dalam bentuk rilis berita di sini.

Di sini aku pengen cerita bahwa aku senang sama acara kemarin. Di samping acara nya berlangsung sukses dan lancar, aku merasa kegiatan itu adalah hal yang penting. Teringat ketika setahun yang lalu aku galau mempersiapkan pendaftaran karena keadaan. Kalau aku ceritakan yang sejujurnya, orang gak peduli juga apa yang sudah aku alami selama prosesnya. Orang hanya tahu aku udah dapat beasiswa dan lanjut S2.

Sosialisasi itu menurutku penting karena itulah momen bagi para pencari beasiswa untuk bisa lebih kepo dan mendapat informasi lebih dalam. Secara yang diundang juga pengambil kebijakannya langsung yaitu Pak Anton Rachmadi, yang masyaallah humble banget. Baru datang aja beliau udah nyalami semua hadirin di ruangan itu hingga ke belakang. Padahal kan ya beliau baru aja nyampe ke Surabaya melalui penerbangan dari Jakarta sekitar pukul 06.00 WIB. Keinget pula perjalanan pagi ku dari Jakarta sekitar jam tersebut efek ketinggalan pesawat terakhir menuju Surabaya. Eh, ketinggalan pesawat itu bukan salahku. Salah maskapai dan akhirnya kami dapat ganti rugi setimpal sih.

Dulu ketika persiapan nyari kampus dan BPI, aku tuh ikutin semua zoom meeting yang tersebar. Kebayang kan gimana keblinger aku natapi layar dari hari ke hari. Mulai dari sosialisasi LPDP dan BPI. Kalo ada pertemuan gitu, tak lupa pula aku open mic buat bicara. Ya semacam sounding biar bisa masuk kampus tanpa perlu keluarkan biaya sepeserpun. Secara keluar dari pulau tempat tinggalku saja udah keluarkan uang berapa. Huhuh. Keinget pula waktu itu aku sama teman-teman sounding ke anggota DPRD Riau terkait penyelenggaraan GGD. Gaya banget aku tuh. Bersyukur banget selama di kampus sering ikut sounding, audiensi dan sejenisnya.

Nah, di momen ini aku kebagian ya memberikan testimoni tentang proses pendaftaran biar lancar dan sukses. Jadi aku cerita secara singkat yang menjadi kendala guru-guru untuk lanjut kuliah adalah SK Tubel (Tugas Belajar) bagi PNS. Ini emang hal prioritas yang harus diperhatikan detil bahkan sejak awal baru mau daftar kampus. Hal ini dilakukan dengan rapi supaya tidak terkendala jika nanti diterima kampus dan mendapat beasiswa.

Foto yang dikirimkan temanku yang nonton lewat zoom meeting

 
 
  Foto yang dikirimkan temanku dari dalam ruang acara

Aku orangnya ekstrovert. Jadi harap maklum jika suka ngomong dan ngomongnya berapi-api. Termasuk ketika menulis begini. Ditambah lagi bawaan lingkunganku itu kan suaranya keras. Lihat aja marga di belakang namaku. Udah bawaannya gitu. Hihih.

Alhamdulillah, barokallah. Aku bersyukur bisa dapat BPI. Terlebih paling utama aku bersyukur kuliahnya di usia segini. Sudah merasakan dunia kerja. Aku merasa kuliahku jauh lebih bermanfaat daripada dulu ketika selesai S1 langsung lanjut kuliah. Meski saat itu aku nangis bombay pas tidak mendapatkan BPPDN (Beasiswa PendidikanPascasarjana Dalam Negeri) yang diperuntukkan bagi calon dosen.

Nah gitu deh. Sekilas momen mengharukan bagiku. Aku hanya bisa mendoakan semoga teman-teman yang sedang berjuang mendapatkan BPI atau pun beasiswa apapun, atas izin Allah akan mendapatkannya. Jika sudah berusaha dan berdoa, ternyata tidak Allah kabulkan saat ini, berarti itu yang terbaik bagimu saat ini. Terus berusaha karena kita tak pernah tahu takdir mana yang baik bagi kita selain takdirnya Allah.


Surabaya, 31 Mei 2023 

*Di Gedung Pendidikan Luar Biasa UNESA (sambil menunggu Profesor untuk bimbingan proposal tesis). Doakan ya agar segera bisa nampil seminar.


 

 


Sekitar seminggu yang lalu, tepatnya di hari senin (22/5/23), aku dan teman-teman berkesempatan untuk berbagi ilmu dan pengalaman kepada para pendidik Madrasah Ibtidaiyah (MI) Wilayah Kerja Kecamatan Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Kegiatan ini adalah dalam rangka memenuhi proyek tugas akhir mata kuliah teknologi kinerja dan pengelolaan diklat (TKPD). Di kesempatan ini kami berbagi tentang pemanfaatan media pembelajaran berupa educandy, word wall, dll. Aku juga sempat berbagi sedikit tentang picture book

Dari kemarin aku pengen banget menuliskannya di blog ini. Tapi euh berbagi waktu dan pikirannya lumayan sulit. Hadeh, aku selalu banyak alasan ya. Tapi beneran. Tulisan kali ini sudah terniat begitu proyek akhir mata kuliah ini disusun. Mulai dari rapat awal hingga akhir. Dilanjutkan dengan pelaksanaan di lokasi sasaran.  Ada 6  MI yang ikut kegiatan ini dengan total 36 peserta. Termasuk di dalamnya kepala madrasah. Tempat dilaksanakannya kegiatan ini adalah MI Miftahul Ulum. Kepala Sekolahnya adalah Ibu Siti Nur Muzayatin. Beliau orangnya begitu ramah dan hangat. Aku sebagai orang baru di sini merasa tidak begitu berjarak. Toh juga karena sebenarnya aku sudah terbiasa turun berbagi pengalaman dan ilmu di Kelompok Kerja Guru (KKG) di daerahku. Jadi aku merasa antara ilmu yang didapatkan di bangku perkuliahan saat ini dan duniaku kerjaku sangat menyatu. Klop. Cocok. Pas. Apalagi ya kata yang sesuai untuk mengungkapkan keadaan ini? Hehe. Itu sebabnya aku selalu bersemangat masuk kelas mata kuliah ini. Menurutku ini sih the real of the real dunia kerja. Dan lagi aku bersyukur bisa lanjut kuliah S2 saat ini dimana aku sudah terjun cukup lama di dunia kerja.


Foto momen membagikan buku karyaku ke Ibu Siti Nur Muzayatin


Kembali ke kondisi di lapangan. Kami berangkat dari Surabaya menuju Mojoanyar itu sekitar pukul 06.23 WIB. Tiba di lokasi kegiatan sekitar 07.05 WIB. Tidak begitu lama karena hari masih pagi dan kami melewati tol. Supir kami saat itu adalah Mas Bryan, ketua kelas di S2 Teknologi Pendidikan Unesa angkatan 2022. Orangnya santai dan bisa diandalkan untuk minta bantuan. Peace.

Well, begitu sampai, kami pun beberes dan bersiap-siap. Saat itu, Koordinator Prodi S2 TP Unesa, Pak Andi Mariono hadir bersama Mem Iren, dosen pengampu mata kuliah ini. Di mata kuliah ini beliau mengajar bersama Pak Fajar. Sengaja nih aku tulis nama-nama siapa yang terlibat di dalam kegiatan ini. Buat kenang-kenangan mana tau nanti aku lupa. Eh terlupa karena waktu. Bukan sengaja melupakan.


Foto Pak Andi Mariono dan Mem Irene didampingin Mas Bryan


Sebagai narasumber dalam kegiatan ini adalah Mbak Jihan dan Pak Bibiet. Mereka orang-orang hebat dalam bidangnya. Aku kebagian bicara dikit aja sebagai laporan ketua pelaksana di kelompok kami. Cius aku ngomong dikit aja. Takut kalo lama-lama nanti orang bosan. Penyakit paling nyata kalo udan pegang mic adalah lupa melepaskannya.


Foto aku lagi ngomong


Kegiatan berjalan dengan lancar dan baik dari awal hingga akhir. Peserta juga antusias. Hal-hal gini nih yang bikin kita semangat. Ada umpan balik. Ketika kita berbicara atau berbagi, yang mendengarkan juga memberikan respon positif. Ketika berbagi seperti ini, sesungguhnya kami sendiri sedang belajar. Belajar lebih banyak dari para pendengar tentang kondisi di lapangan yang mereka rasakan. Sebagai seorang guru, aku paham banget gimana rasanya. Ada masa dimana kita harus berbicara banyak dan maju ke medan tempur. Ada masanya kita cukup diam di tempat dan menyimak (gaya banget ini bahasaku yak).


Foto suasana kegiatan pelatihan


Yang tak kalah penting dalam suksesnya kegiatan ini adalah tim kelompok ini. Ada Mas Nanda yang udah bikinin video dokumentasi dengan apik dan membuatku senang. Ada Mbak Nana dan Indi yang repot bikin sertifikat dan twibon. Ada Avinda yang disibukkan sama MoA dan IA. Ada Syifa yang ambil kendali keadaan menjadi MC. Ada Bu Heni yang sibuk menghitung total iuran dan pengeluaran. Ada Mbak Ika, Pak Riko, Favian dan Mbak Dwi Kartika.

Harapan pribadiku setelah kegiatan ini, ilmu yang sudah dibagikan bisa dimanfaatkan dan jadi amal jariyah bagi kami. Bisa jadi tabungan pahala untuk masuk surganya Allah. Setidaknya kegiatan ini juga memberikan motivasi untuk terus bertumbuh. Manakala kami mulai malas dan lemah, kegiatan ini mengingatkan kami bahwa kami pernah berusaha sekeras ini. Lalu kami kembali bangkit dan berusaha lagi menyelesaikan apa-apa yang sudah kami mulai. Sekian catatan menjelang akhir bulan. Terimakasih kerjasamanya, teman-teman

 

Di kamar asramaku.

Surabaya, 30 Mei 2023


Foto full tim kelompok Mojokerto



Baca juga berita kegiatan ini di sini Pelatihan di Mojokerto bersama Mahasiswa S2 TP Unesa 2022 

Nonton video nya di Jendela Unesa menit 05.34



 

Setelah coba mengganti domain. Lalu merapikan template blog ini bulan lalu. Membuat beberapa draft di sini. Kupikir aku bakal dengan cepat menulisnya dan lebih produktif di blog ini. Ternyata belum. Malu sama diri sendiri. Hehe.


Di awal maret ini, kuniatkan tanggal satu maret aku segera mempublikasikan tulisan di blog ini. Belum juga sampai hari ini. Ada saja tantangan. Atau memang aku yang belum konsisten. 


Niat buka laptop mau nge-blog. Teringat tugas kuliah. Teringat proposal tesis. Teringat draft naskah lomba. Teringat tugas-tugas komunitas dan sebagainya. Pheuf. Aku payah.


Hari ini pun begitu. Setelah mandi pagi, kuniatkan dengan serius untuk menulis di sini. Eh, tadi pagi aku mengerjakan hal lain. Membaca, berpikir, menonton kajian, memuat video, membuat beberapa flyer kegiatan hingga malam ini. 


Tibalah di waktu malam begini kupaksakan membuka blog ini. Aku sayang banget sama blog ini. Inginnya blog ini bisa menjadi rekam jejak yang bagus dalam hidupku ke depan dan tentunya memberi manfaat bagi orang lain. Semoga ya draft-draft di sini bisa segera rilis dengan konsisten. Aku bisa lebih rapi membuat prioritas kerja. Biar gak makin ke sini, makin ke sana. Duh!


Surabaya, 03-03-2023





Sebenarnya gak perlu nunggu tahun berubah dulu baru merefleksi diri. Sebagai seorang muslim, setiap hari kita perlu merefleksi diri. Bagaimana kita melalui hari ini. Bagaimana kita melalui hari kemarin. Sehingga kita tahu bagaimana pula kita harus melalui hari esok.

Parameternya bukan dunia. Melainkan akhirat. Terkesan sok alim gak sih? Enggak lah ya.


Barangkali dengan postingan yang kamu buat, ada hati yang lagi mendapat rahmat. Ada hati yang sedang tersentuh dengan cintaNYA Allah. Ada hati yang sedang dalam pencarian dan kebingungan menentukan arah.


Di sudut bumi ini, kamu gak sendiri kok. Gak ada yang salah jika masa lalu mu kelam. Gak ada yang salah jika hidupmu penuh keburukan. Itu dulu. Yang salah itu jika kelam tak kau ambil hikmah untuk mencari terang. Sekarang saatnya jadi lebih baik. Bukankah kita ingin menjadi orang yang beruntung?


Surabaya, 01 Januari 2023

Lima menit lagi waktu menunjukkan pukul tiga sore. Anak-anak yang berencana datang ke rumah sore ini belum juga muncul. Biasanya dari jauh suara mereka sudah terdengar. Paling sebentar lagi mereka akan tiba. Gumamku dalam hati.
Benar. Suara sebuah motor berhenti. Aku mengintip dari jendela. “Anak ini.” Kataku dalam hati. Lalu kubukakan pintu. Ia tersenyum sumringah.
“Jasmin, kamu kan masih sakit.” Ucapku ketika dia turun dari motor. “Pak, saya sudah katakan pada Jasmin bahwa ia tak perlu datang sore ini. Ia bisa istirahat di rumah.” Kataku kepada bapaknya Jasmin.
“Iya, Bu. Saya juga sudah katakan. Tapi katanya ia mau ke sini sore ini. Belajar kan, Bu?”
Aku mengangguk. Beberapa detik kemudian ayah Jasmin sudah tak tampak lagi jejaknya. Aku mempersilakan Jasmin untuk masuk ke dalam rumahku.
Sore ini, seperti biasanya aku mengajak anak-anak untuk bersenang-senang bersama buku. Kadang kala kami bercerita, menulis cerita, menggambar, berpuisi, melakukan percobaan dan apa saja yang bisa membuat kami senang. Hitung-hitung berakhir pekan bersama tanpa perlu khawatir salah dan ada penilaian. Tentunya tanpa biaya.
Jasmin asyik memilah-milah buku. Pelan-pelan kutanya alasan mengapa ia tetap datang sore ini. Kulihat dagu bagian bawahnya masih merah. Tadi di sekolah ia jatuh pingsan. Tersungkur. Dagu bagian bawahnya dan beberapa bagian di tangannya terluka. Dagunya dibiarkan terbuka sehingga warna merah darah yang belum kering masih terlihat jelas.
“Lebih asyik di sini, Bu. Bisa baca-baca buku. Bertemu dengan teman-teman. Kalau di rumah capek, Bu.” Jawabnya polos.
“Kok capek? Memang ngapain?”
Ia pun bercerita bahwa di rumah ia harus melakukan banyak pekerjaan. Menyapu, membersihkan sekeliling rumah, mencuci piring, memasak, dan lain-lain. Aku terenyuh.
“Kamu melakukan itu semua?”
“Iyalah, Bu. Siapa lagi yang akan melakukannya?” katanya santai
Mendadak bulir-bulir hangat di ujung kedua mataku hendak keluar. Tapi kutahan. Aku tak boleh terlihat rapuh di hadapannya yang berusaha tegar. Aku juga tak boleh bersedih dan merasa kasihan kepadanya yang tak ingin dikasihani. Ia hanya butuh dikuatkan.
Terbayang olehku, dalam usia yang masih kecil begini, ia harus melakukan banyak hal. Ia harus bersahabat dengan keadaan keluarganya. Kubandingkan dengan aku dulu. Waktu kukecil, aku tak merasa terbebani dengan keadaan keluargaku. Aku menikmati waktu bermain dan belajarku sepulang sekolah hingga senja menjemput. Aku tak kekurangan satu apapun. Tidak kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuaku. Ibu dan ayah selalu ada setiap kubutuhkan. Bahkan, ibuku adalah energi yang tak pernah habis. Ialah cahaya yang tak pernah redup.
Masih terngiang percakapan kami tadi pagi ketika ia jatuh. Ia belum makan bahkan sejak malam. Ia juga tak memegang uang ketika ayahnya sedang bertugas di luar. Kupikir, tak ada maksud apapun dari sang ayah terhadap kedua anaknya. Kusaksikan tiap hari, ayahnya begitu perhatian. Mengantar dan jemput ke sekolah. Juga mengantarkan makanan dan uang jajan untuk Jasmin dan adiknya.
Tapi itulah, bak kata orang tuaku. “Patah kaki sebelah jika tak ada ibu di sampingmu.” Aku nangis bila mengingat kalimat itu. Terbayang ibuku di rumah dan betapa aku masih sering kesal terhadap hal-hal yang kami tak bisa sepakat.
Kita sebagai anak, mungkin pernah merasa kesal terhadap ibu kita. Tapi, kesal yang kita alami mulai sekarang hendaknya perlu diminimalisir. Kita tak pernah tahu kapan waktu kita bersama orang tua akan berakhir. Manusiawi jika ingin marah dan merasa ada hal-hal yang bertolak belakang dengan diri kita. Mengalahlah! Bersabarlah! Kita adalah seorang anak. Bahkan sebesar ini, aku tak sanggup bila dihadapkan pada keadaan anak tersebut.
Ini juga kelak menjadi pelajaran bagikku. Jika suatu hari allah titipkan amanah menjadi seorang ibu. Betapa, ibu punya peranan penting yang tak dapat digantikan oleh siapapun. Tak juga oleh ayahnya meski tercukupi segala kebutuhan. Tak juga asisten rumah tangga bahkan keluarga.
“Ibu meninggal dunia karena sakit, Bu. Sekitar tiga tahun yang lalu.”
Hatiku tersayat. Mataku basah. Tapi ia masih tegar menceritakan hal itu semua kepadaku. Tanpa airmata.


Ruang rindu, 17 November 2019

KETIKA TIADA IBU DI SISI

by on November 18, 2019
Lima menit lagi waktu menunjukkan pukul tiga sore. Anak-anak yang berencana datang ke rumah sore ini belum juga muncul. Biasanya dari j...

Foto waktu nungguin kereta di stasiun pasar senin hendak menuju Jogja

Iseng-iseng aku buka file foto-foto perjalanan yang pernah aku lalui. Alhamdulillah, kesempatan demi kesempatan untuk mengunjungi tanah orang dapat terwujud dengan cara-cara yang tak terduga. Semuanya adalah kesyukuran maha agung dari sang maha berkehendak. 

Setiap perjalanan tentunya menghadirkan cerita dan hikmah tersendiri. Lalu, apa sesungguhnya yang ingin kau dapatkan dari sebuah perjalanan? Pendapat kita mungkin akan berbeda. Jika boleh aku berpendapat dan nantinya kemudian ada kesamaan, itu artinya ada orang lain selain diriku yang berperasaan sama. Baiklah, silahkan simak perasaanku berikut ini.

1. Liburan
Ini adalah alasan utama yang biasanya kulakukan jika melakukan suatu perjalanan. Dunia kerja dan kehidupan yang begitu menguras energi, membuatku membutuhkan energi baru untuk kembali beraktivitas normal sebagaimana biasanya. Suasana baru yang akan membuat hati dan pikiran menjadi lebih baik. Belum lagi jika di-list satu per satu permasalahan hidup yang kualami. Rasanya dedek lelah, Bang. Hahah. Perlu banget liburan.

Untuk yang ini, benar-benar harus menyiapkan budget khusus dan perhitungan yang matang agar perjalanannya menyenangkan dan memuaskan. Diperkirakan lama perjalanan dan tempat-tempat yang akan dikunjungi sesuai budget. Ini enaknya nabung jauh-jauh hari agar perjalanannya puas dan ketika mengeluarkan uangnya enakan. Apalagi kalau dalam jumlah yang besar.

2. Sekalian kerja
Mungkin ada banyak pekerja yang bakal setuju dengan hal ini. Kalau harus menunggu waktu libur, mungkin akan susah. Apalagi kalau harus menentukan jadwal kosong yang sama sekeluarga. Harus direncanakan matang-matang dan jauh hari. Nah, kalau sekalian kerja, kadangkala asyik dan cukup memuaskan. Seperti pengalaman aku selama mengabdi di pelosok Papua. Ini adalah perjalanan yang berbeda dan sulit untuk kulupakan. Dimana pekerjaan menjadi begitu ringan karena sangat menikmati. Bisa mengunjungi kampung-kampung di pelosok yang biasanya hanya bisa dilihat melalui layar televisi melalui program adventure atau kalau enggak ya karena ada kejadian mengerikan di daerah tersebut. Tentu saja ini harus pandai-pandai mencuri-curi waktu luangnya agar tugas utama dalam rangka kerja tetap berjalan dengan baik. Gak perlu budget khusus karena sekalian kerja. Sediakan budget secukupnya.

3. Pulang kampung
Nah, kalau yang ini biasanya kalau liburan atau lebaran tiba. Kalau yang gak punya kampung tentunya gak enak banget ya. Mana ada pulang kota. Heheh. Kalau aku biasanya pulang kampung ini kalau udah kepalang rindu berat sama rumah. Terutama mama dan papa. Yaudah, aku mah nekat aja ninggalin pekerjaan kalau kira-kira pekerjaannya bisa diatasi oleh orang lain. Suka keluar egoisnya pas di sini. Tapi kalau kampungnya jauh dari tempat kerja kan gak mungkin juga yak bisa kayak gini.

Pulang kampung sekalian refreshing. Kalau di dekat kampung kamu ada tempat wisatanya lebih enak lagi tuh. Uhh, bisa pulkam dan main-main. Cuci mata, cuci otak dan cuci hati. Heheh.

That’s all i think about what a reason someone to do a journey. Bagaimana menurut kamu? Sama gak? Aku lagi kangen nih melakukan perjalanan. Makanya aku bikin tulisan ini. Kalau kamu punya alasan lain, bantu aku tulis di komen ya biar tulisan ini bisa lebih lengkap dan aku bisa punya alasan lain mengapa aku harus melakukan sebuah perjalanan.

"Pliiiisss, Vita. Jangan mewek gitu dong."
Aku terus berusaha menyemangati diriku sendiri. Kadang kala sifat cengengku keluar. Manusiawilah ya. Wanita pula. Bukan mencari pembenaran. Ini hanyalah salah satu cara untuk merilekskan diriku sendiri.

Pheuf. Kuulang-ulang istighfar dan bacaan tahmid, tahlil dan takbir. Berkali-kali. Masih mewek. Teruuus. Terus tambah zikir-zikirnya sampai hati plong.

Alhamdulillah.

_ _ _ _ _ _ _

Pernah denger kalimat begini, "seseorang itu diuji dengan kelemahannya." Ada yang diuji lewat agama, tahta, harta dan wanita. Macam-macam deh spesifikasi ujiannya. Nah, kalau aku, gak tau lah ya apakah aku berlebihan atau bagaimana. Aku merasa, ujian padaku seringkali terjadi dalam ukhuwah.

Ya, apa itu ukhuwah? Persaudaraan. Persahabat. Termasuk di dalamnya.

Sering aku menggerutu, kenapa ya dia kok gini sama aku. Padahal aku udah gitu sama dia. Knapa ya dia kok kayaknya gak seneng liat aku seneng. Ato kayaknya dia ngebet kali berkompetisi sama aku. Apa ini hanya perasaanku saja? Knapa ya dia kok seperti lupa sama sahabatnya sendiri. Ah, banyak lagi deh.

Kemungkinan-kemungkinan lainpun tercipta. Bisikan-bisikan setan pun mulai merasuki jiwa dan pada akhirnya kita saling menjauh. Dimana letak usia persahabatan selama ini? Sebegitu tak berartinyakah?

Sekarang, aku perlahan mencoba melupakan sifat ke'akuan' pada diriku. Tetap berusaha bersikap senormal dan sestabil mungkin dalam segala keadaan. Satu-satunya cara untuk 'mengutuki' keadaan ini secara halus adalah dengan membawanya ke diri sendiri diiringi zikir pada allah.

Allah. Lapangnyaaaaa (nulis ini sambil mewek),  jika segala sesuatunya dikembalikan kepadaNya.

"Mungkin kamu memang belum lulus, Vit. Masih berputar pada masalah-masalah ukhuwah."

Fine, aku tahu diri dan akan berusaha untuk terus memperbaiki diri.
"Tapi, rasanya kok..."
Ini nih yang salah. Rasa-rasanya kok ..., kalimat yang gak perlu dihadirkan kalau memang benar-benar bersahabat tanpa pamrih. Lillahita'ala. Insyaallah.

Udah ah, aku cuman mau nulis itu aja. Gak mau lebar kemana-kemana. Masalahnya cukup aku simpan di dalam hati sembari mencari solusi. Ntar solusinya baru aku tulis di sini mana tahu ada yang pernah mengalami hal yang sama denganku dan sedang membutuhkan solusi.

Keep calm down, sweety!

Air Molek, 29 Juli 2017, pukul 17:35

Lagi-lagi ukhuwah

by on Juli 29, 2017
"Pliiiisss, Vita. Jangan mewek gitu dong." Aku terus berusaha menyemangati diriku sendiri. Kadang kala sifat cengengku keluar. Ma...
Menutup hari hardiknas ini, sebenarnya tak ada semangatku untuk menuliskan sebuah tulisan apakah itu puisi pendek bahkan sebuah kalimat bermakna sekalipun. Hampir hilang nyaliku tersebab ggd. Membaca status dan komentar mereka di sosmed sudah cukup membuatku bersedih seakan aku mengalami apa yang mereka rasakan. Jika dibandingkan dengan diriku, aku masih harus banyak bersyukur. Tapi, bukan itu yang menjadi pembicaraan. Tentang kapan rilis ggd itu.

Refleksi besar yang kemudian harus dilakukan setelah hardiknas tahun ini. Baik bagi penyelenggara maupun peserta. Menata kembali semangat demi semangat pengabdiannya. Sebagaimana inginnya mendapatkan yang layak, maka lerjapun harua ditingkatkan. Itu ajalah. Banyak kali gejolak di kepalaku sampai malam ini. Terutama harapan-harapan dari orang tua dan keluarga besarku lainnya. Susah untuk aku ceritakan. Yang pasti, aku hanya berdoa semoga allah istiqomahkan aku dalam keimanan dan ketaatan karenanya nyatanya keadaan ini sangat-sangat melelahkan.

Malam resah. 2 Mei 2017. Pukul 23.51 Wib.

Hardiknas 2017

by on Mei 02, 2017
Menutup hari hardiknas ini, sebenarnya tak ada semangatku untuk menuliskan sebuah tulisan apakah itu puisi pendek bahkan sebuah kalimat ber...
Ahaiii...agak lebay n berlebihan kali yak. Tapi jujur, siang ini aku merasa bersyukur bertemu si abang baju biru dan helm biru yang menyelamatkan gadis batak yang manis asal air molek ini (mau muntah, uekuek. Hahah)

Masyaallah teriknya mentari siang ini. Panasnya membakar tubuh. Jalanan berdebu. Air mana air. Butuh air nih tenggorokan. Tapi aku sadar sedang puasa. Apapun keadaannya, niat puasa harus tetap lanjut. Toh, panasnya mentari tak hanya membakar tubuhku tapi juga membakar semangatku😁

Balik ke abang2 baju biru. Ceritanya aku habis pulang dari pesantren. Lewat jalan biasanya. Di daerah kubang. Nah, tiba2 aja nih motor aneh. Pas di tikungan motor mendadak oleng dan aku pun terjatuh bersama motornya. Untung sadar cepat, motor gak sempat lama menimpa kakiku. Kalo gak, gak kebayang deh. Mau nangis dibuatnya. Dasar single sikit2 nangis, sikit2 sedihan. Heheh.

Pas berdiri berasa deh tuh sakitnya. Nih motor masih belum mau nyala. Kirain bensinnya habis. Pas dicek, bensin masih ada. Apa yang salah ya? Motor gak bisa digerakkan. Didorong2 pun gak bisa. Mungkin ia lelah tlah berjuang selama hampir sembilan tahun bersamaku.

Ini nih adegan seru seperti di sinetron2. Efek banyak nonton ftv gini nih (niatnya bukan hanya nonton, tapi belajar mikirin cara bikin skenario ftv n film). Seorang malaikat penyelamat datang menyelamatkanku yang mulai lelah. Tepatnya sih menyelematkan motorku.

Dicek2nya tuh motor. Ia menduga ada yang salah dengan ban depan. Panas makin menjadi2. Kami pun menyingkir dari jalan. Kami mencari bengkel terdekat. Jadilah si abang ini mendorong motorku di jalan berpasir beberapa meter ke depan. Alhamdulillah. Ada yang bantuin. Aku sebenarnya malu jatuh tadi. Ditambah lagi mungkin jika aku harus mendorong motor menuju bengkel. Berlipat2 maluku di siang bolong nan menyengat ini. Sementara orang2 lain di pinggir jalan hanya memperhatikanku dan tak bergegas keluar dari tempat berteduhnya. Kecuali si abang ini.

Sesampainya di bengkel, disampaikannya kepada tukang bengkel itu masalah motorku. Tukang bengkel itu sedang menangani motor yang lain. Berhubung tuh abang ngomong2 ke tukang bengkel, jadilah motorku mendapat perhatian duluan. Makasih, makasih banget ya Bang.

Aku gak kenal sama abang ini. Usianya kayaknya sekitar 2-3 tahun di ataskulah. Aku cuman bilang makasih. Setelah si tukang bengkel bergegas menangani motorku, ia pun pamit. Sekali lagi, melalui tulisan ini aku ngucapin makasih. Mana tau aja baca. Mana tau aja berteman di sosmed. Hahaha.

Buru2 nih tulisan aku selesaikan sementara aku masih di bengkel nunggu motorku diotak atik sama si abang bengkel ini. Heran deh, kayaknya hampir tiap bulan sejak tahun ini aku selalu ke bengkel. Entah apa pasal. Padahal mainnya cuman di daerah kota. Entah motornya yang udah tua kali ya sembilan tahun ini. Entah emang aku harus ke bengkel biar banyak ide nulisnya atau mungkin bertemu jodoh. Eeeh...dasar! Jangan baper. Ini aku santai aja kok. Gak baper2 gimana gitu tadi. Udah lewat mah baper2 itu. That's all. Thanks for abang baju biru dan abang tukang bengkel. Alhamdulillah yaaa. Aku masih setia nungguin di bengkel nih.

Beberapa waktu belakangan ini, aku sering ditemukan dengan status dan keadaan dimana para sahabat-sahabatku yang tadinya adalah seorang wanita karir, memutuskan untuk meninggalkan karirnya dan menjadi full time mother. What a great! Sebuah keputusan yang tentunya tidak mudah. Namun, kutahu apa yang kalian lakukan adalah keputusan terbaik dan tentunya membuat kalian bahagia. Karenanyalah, tulisan ini hadir sebagai hadiah untuk kalian. 

Karir vs Keluarga
Kamu biasa bekerja, bergerak, dan gesit. Dan kini harus meninggalkan dunia asyik semasa lajangmu. Bersedia meninggalkan karir yang sedang menanjak, meninggalkan penghasilan yang sangat menggiurkan, meninggalkan teman-teman yang asyik diajak untuk ngumpul-ngumpul, meninggalkan duniamu yang berwarna demi menjadi full time mother, full time wife. Bukan hanya mengurangi tapi berhenti total. Kegiatanmu sekarang hanya mengurus anak, suami dan rumah tangga kalian.

Tentunya perubahan yang begitu drastis membuatmu kadang kala merasa sepi dan jenuh. Kuyakin, itu hanya awalnya saja. Kamu belum terbiasa untuk berlama di dalam rumah. Seiring bertambahnya waktu, kehadiran si kecil dan kesibukan bersama suami, kamu mulai legowo dengan duniamu sebelumnya. Bahkan sekarang, kamu merasa bahagia dan tenang telah mengambil keputusan yang benar. Keputusan yang bagi sebagian perempuan tentunya tidak dapat dilakukan. Bukan karena mereka tidak mau, tapi karena ada beberapa keadaan yang membuatnya tak bisa sepertimu. Dan, ada juga yang memang tidak mau.

Kamu adalah perempuan hebat yang cepat menyesuaikan dengan segala kondisi. Kamu adalah perempuan tepat yang telah dipilih oleh suami-suami kalian. Kamu adalah ibu dari anak-anak hebat yang akan menguasai masa depan. Yah, kamu ibu yang telah rela meninggalkan karirmu demi keluarga.

Menjadikan Harimu Berwarna Seperti Dulu 
Harusnya aku tak pantas berbicara seperti ini apalagi terkesan mengguruimu yang sudah berumah tangga. Sementara aku masih dalam usaha dan doa agar kelak bisa merasakan hal yang sama seperti yang kalian rasakan. Menjadi seorang istri dan ibu. Tapi sudah kubilang diawal. Ini adalah hadiah dan penghargaanku untuk kalian, Sob. Semoga berkenan dan bisa menjadi hiburan manakala kalian merasa rindu akan dunia kalian yang dulu ketika masih lajang.

Beberapa orang teman bercerita bahwa hari-harinya kini terkesan membosankan. Dari pagi ketemu pagi dia masih begitu-begitu saja. Memasak, menyuci, menyapu, mengurusi suami, mengurusi anak. Itu-itu saja deh. Rasa-rasanya dia berada di dalam dunia yang sempit. Aku terpaku mendengarnya. Benarkah begitu? Belum lagi tentang fisik yang mulai tidak terurus dan kumal. Jika benar, itu akan membuat banyak lajang yang biasa bebas takut terkekang. Padahal menurutku tidak begitu adanya jika kamu bisa membuat sesuatu yang berbeda. Yah, sesuatu yang sudah diatur secara terencana seperti masa mudamu dulu yang penuh dengan mimpi-mimpi. Mengapa tidak seorang ibu rumah tangga memiliki mimpi yang tinggi bukan?

Contohnya, memiliki anak yang hafiz dan hafizah, memiliki anak yang memiliki segudang prestasi dalam bidang akademik dan non akademik. Memiliki anak yang bijak dan bertanggungjawab, memiliki anak yang berani tampil dengan percaya diri di depan publik. Atau dari segi kamunya. Kamu kan bisa menulis di sela-sela kesibukanmu seperti beberapa orang penulis yang memiliki banyak karyanya. Kamu bisa search di google nama-namanya atau berselancar di facebook. Atau ada juga beberapa teman yang memutuskan untuk berjualan online dengan fokus utama tetap tidak mengesampingkan keluarga. Ada yang fokus belajar menambah soft skill sebagai ibu yang baik. 

Ada juga yang menampung anak-anak homeless untuk tinggal bersama keluarganya secara kegiatan sehari-harinya pun hanya mengurusi anak-anak. Ini semua mimpi-mimpi yang bisa diwujudkan mendekati seratus persen jika kamu menjadi full time mother (gak ada sumbernya sih, ini keyakinanku saja karena full time mother lebih banyak waktu bersama anak dan keluarga). Dan segudang kegiatan lain yang tentunya kamu sendiri pasti sudah tahu dong. Tiap hari buktinya bisa buka sosial media, mengecek keadaan dan perkembangan di luar. So, tinggal di dunia yang serba digital seperti sekarang ini gak bakal membuat kamu sepi dan terkekang. Kecuali yah, kamu tinggal di daerah pedalaman yang memang sepi lalu semua akses sangat susah. Aku belum bisa kasih solusi apa-apa untuk hal itu. 

Namun, jika berkenan sedikit berbagi. Sekalipun tinggal di daerah pelosok, kamu tetap bisa membuat harimu berwarna. Pelajarilah lingkungan sekitar atau istilah kerennya contekstual learning. Hoaa, begitulah kira-kira. Insyaallah akan ada jalan jika kamu mau sedikit saja keluar dari zona nyamanmu.

Untuk Kalian Yang Masih Bekerja
Aku bukan siapa-siapa yang ketika menulis ini aku menyadari bahwa aku sendiripun entah sanggup entah enggak mengambil keputusan seperti perempuan-perempuan hebat tadi. Juga tidak bisa memastikan apakah aku akan tetap berkarir atau menjadi full time mother kelak. Sama seperti kalian dulu yang ketika memutuskan sesuatu belum begitu mengetahui dan belum begitu yakin apakah keputusanmu itu benar atau tidak. Yang jelas, ketika mengambil keputusan, bismillah saja dan hanya mengharap ridho allah semata. Mudah-mudahan allah berikan kelapangan pada setiap keputusan dan urusan. Ini juga semata-mata sebagai pengingat bagi diriku sendiri.

Bagi kamu yang masih bekerja, ingatlah slalu batasan-batasan yang harus kamu taati. Jangan sampai pekerjaan membuatmu lalai terhadap keluarga.
1. Peranmu sesungguhnya adalah sebagai seorang ibu dan istri. Segala sesuatu harus seizin suami. Ridho suami adalah ridho allah. Kalau suami izinkan kamu untuk bekerja, silahkan kerja sesuai porsinya. Jika suamimu tidak ridho, jangan paksakan.
2. Jika kamu terpaksa harus bekerja karena tuntutan ekonomi, maka bekerjalah sesuai kebutuhan. Yang terpenting jangan sampai melalaikan keluarga.
3. Jika kamu masih tetap bekerja karena hal-hal lain di luar masalah ekonomi, itu keputusanmu. Saranku, sering-seringlah berdiskusi dengan pasanganmu dan tetap prioritaskan keluargamu.
4. Bagi para suami yang menginginkan istrinya tunak di rumah sebagai istri dan ibu, ketika kau memintanya untuk berhenti dari pekerjaannya, bertanggaungjawablah secara penuh. Jangan sampai hatinya terluka dan membayangkan keadaan ‘seandainya-seandainya.’ Jika sebaik-baik perempuan adalah istri yang sholehah, yang taat pada suaminya, maka sebaik-baik lelaki adalah yang membahagiakan istrinya. (Ini teori pengamatan penulis. Heheh) Jangan sampai gara-gara ekonomi dan kesibukan rumah tangga, ribut sealam raya dan lupa pada kebaikan-kebaikan lainnya. Lupa pada cita-cita rumah tangga yang kalian komitmen ingin bentuk diawal-awal pernikahan.

Mohon maaf banget jika tulisan ini kurang berkenan di hati kamu. Aku hanya berusaha untuk menyampaikan pendapatku yang mungkin bisa sedikit menghiburmu bahwasanya di luar sana, ada banyak orang yang sangat respect dan acungin semua jempolnya atas keputusanmu. Salah satunya adalah aku. Meski tak terlalu banyak tahu tentang dirimu, tapi aku cukup tahu bahwa keputusanmu itu adalah hebat. So, keep positif thingking to Allah. Mari sama-sama terus memompa diri untuk menjadi lebih baik. With our love for you. Your friend, Vita.



Rupanya ini yang namanya cinta. Bila tak melakukannya, tak menyentuhnya, tak mengingatinya, aku rindu. Ada kegersangan dan kegelisahan di dalam hati. Ia perlu dipupuk, disirami dan dijaga tumbuh kembangnya. 

Kok gak ada hubungannya dengan judul tulisan?
Ada. Nanti kamu kan menemukannya sendiri. Seiring tulisan ini selesai dibaca.


Beberapa hari belakangan ini aku merasa sibuk tak menentu. Ini menyebabkan waktu untuk membaca dan menulisku berkurang. Aku gelisah sepanjang waktu sampai-sampai mau makan dan tidur pun tak tenang. Padahal yah aku sudah ngantuk berat. Tapi tetap gak bisa tidur. Kubawa untuk berzikir sampai akhirnya terlelap sendiri. Kubawa tilawah al-qur’an. Adem. Tapi masih ada yang kurang.

Kuingat-ingat sudah berapa hari aku tak membaca buku sampai tuntas dan menulis sebuah tulisan. Akhirnya dengan pemaksaan, kubuka laptop khusus untuk menulis. Bukan halaman kosong yang kubuka, juga bukan halaman melanjutkan tulisanku yang tertunda. Tapi sebuah tulisan yang sudah lama berada di dalam laptop ini. Dari Teh Pipiet Senja. Begini isinya.

Katakan Cinta Dengan Aksara

Kalau kamu hanya berpegang pada teori-teori kepenulisan, tanpa mempraktekkannya langsung, kemungkinan sekali untuk menjadi seorang penulis hanya akan berakhir; mimpi ‘kali ye!

Apa saja yang harus dipersiapkan oleh kita untuk menjadi seorang penulis? Betapa sering mendapatkan pertanyaan seperti ini. Padahal, jawabannya sederhana saja; mulailah menulis, menulis dan menulis. Tiga M!


Fahri Asiza, penulis senior yang mengaku mampu menulis novel hanya dalam tempo 3 (baca tiga!) hari, bilang begini; “Menulis, menulis, menulis dan biarkan kata-kata mengalir, mengalir dan mengaliiiir!”

Seorang peserta bernada mencak-mencak, mengajukan protes di acara seminar PSJ, UI. Menulis, menuliiiiis… Mengalir, mengaliir! 


Yah, itu kan dikatakan sama Teh Pipiet dan para penulis yang emang sudah jadi. 


Tapi bagi kami kalimat itu bikin tambah gak ngerti aja. Apanya yang harus ditulis?  Trus, apanya yang bisa ngalir?

Wo, woo, woooi! Jangan mencak-mencak dulu atuh, Sodara! Kalau kita ingin menulis tentu sudah punya gambaran, sesuatu yang hendak kita tuliskan. Tak mungkin kita hanya berjam-jam duduk di depan komputer. Ngeblank terus otak dan perasaan kita, tak tahu apa yang mau dituliskan. 


Kalau memang demikian yang terjadi, sepertinya Anda harus segera banguuuun!
Buka mata lebar-lebar, serap situasi sekitar, tunjukkan empati yang tinggi terhadap fenomena di sekeliling Anda. 


Sebab bila Anda digariskan untuk menjadi seorang penulis, inilah yang terjadi; ada sesuatu yang telah hadir di benak, perasaan dan jiwa kita.  Sesuatu itu biasanya telah begitu ngurek-ngurek, berputar-putar di benak kita. Sehingga kita merasa akan sakit kepala apabila tidak segera menuangkannya ke dalam tulisan. Sesuatu itu sangat luar biasa pengaruhnya, sehingga dia akan memburu, menguntit ke mana pun kita melangkah. 


 Obsesi!
Inilah awal-mula atau modal paling utama untuk menjadi seorang penulis; dorongan dari dalam!

Begitu banyak ide berseliweran di otak. Bagaimana cara menuangkan ide-ide itu ke dalam tulisan?


Mari, kita lihat contoh; Umpamanya kita mau menulis tentang anak kecil yang mengidap penyakit bawaan thalassaemia. Jelas kan; kita sudah tahu apa yang akan kita tulis. Bagaimana perasaan si tokoh penyandang thalassaemia itu? Anak kecil juga punya perasaan dan pikiran. Ayo, tuliskan asal-muasal, kondisi keluarga, bersaudara, orang tua, kaum kerabat si tokoh.


Bagaimana pandangan teman-teman si anak terhadap kondisinya? Apa mereka menaruh iba, simpati? Ataukah sebaliknya mengejek, meminggirkannya dari pergaulan? Bahkan menganggap penyakit tersebut sebagai kutukan? Bagaimana si anak sempat merasa putus asa, bahkan nyaris bunuh diri dengan minum obat penenang sebanyak-banyaknya. Atau sebaliknya dia justeru berjuang keras untuk bisa berdamai dengan takdir thalassaemianya. Bangkit dari perasaan tak berdayanya… Lihatlah, cukup banyak bahannya bukan?


Nah, dari bahan yang terkumpul di atas itu pun sudah akan mengalirkan ribuan kata, membentuk kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf sejumlah dialog dan narasi. Apalagi kalau kita kemas dengan mengeksplorasi rasa bahasa, melalui kalimat-kalimat yang komunikatif. Sehingga para pembaca bisa merasakan, bagaimana kepedihan, tingkah laku dan duka derita tokoh yang kita bangun untuk tulisan tersebut.


Demikianlah yang aku lakukan ketika menulis novel Tembang Lara (Gema Insani Press, 2003). Tokoh sentralnya seorang penyandang thalassaemia. Konon, karena aku terlibat jauh di dalam novel ini, sepertinya tokoh itu menjadi hidup dan nyata. Banyak bikin ibu-ibu menangis pilu. Tembang Lara pun telah cetak ulang, mengucurkan royalti ke rekeningku dengan lancar. Insya Allah!


Menulis…, ayoook! Usahlah dari yang njelimet-njelimet dulu. Menulislah dari hal-hal sederhana; hal-hal yang sering kita alami, pengalaman sendiri, teman-teman, hasil menjadi pendengar yang baik bagi orang-orang yang berkeluh-kesah kepada kita, atau fenomena yang tengah terjadi di sekitar kita.


Tapi kan susah kalau langsung menulis cerita pendek? 
Oke… Bagaimana kalau dicoba dengan surat pembaca?
Percaya tidak, sepucuk surat pembaca yang mengetengahkan tentang keluhan kita; komplain terhadap braypet-nya PLN, PDAM, pelayanan Askes, rumah sakit, transportasi atau temuan korupsi di sekitar kita umpamanya… Pengaruhnya sungguh luar biasa!


Aku pun mengawalinya dari surat pembaca di harian daerah; Pikiran Rakyat (Bandung). Beberapa kali surat pembaca dimuat di harian bergengsi Kota Kembang, nama Pipiet Senja langsung terdongkrak. Isinya mulai dari sentilan terhadap acakadut-nya pengaturan lalu-lintas, keluhan tak tersedia gedung kesenian sampai dugaan memanipulasi tanah-tanah wakaf di Desa Margaluyu…


Mungkin dengan pertimbangan itu pula, jika kemudian para redaksi memuat cerpen-cerpenku di majalah dan korannya. Walohualam. Terakhir surat pembacaku dimuat di harian nasional, Kompas dan Republika. Isinya tentang Warning terhadap keamanan di atas kereta Bandung-Jakarta. 


Sebuah koper berisi pakaian lebaran, terutama dua bundel naskah novel (masih diketik si Denok, belum difotokopi!) dua lusin buku anak-anak yang sedianya akan ditawarkan ke pihak Diknas provinsi Jabar dan rapor si Butet. Raib dalam sekejap, disambar copet di stasiun Jatinegara.


Salah satu berkahnya dari surat pembaca ini, seorang produser tertarik dengan karya-karyaku. Novel Adzimattinur akhirnya mereka beli, konon untuk disinetronkan. Bayangkan, gara-gara sepucuk surat pembaca, Sodara! Apatah pula kalau cerpen, cerbung, novel yang dibukukan, kemudian diedarkan ke pelosok Nusantara, kalau mujur sampai juga ke mancanegara? Itu baru pengaruh di masa kini, sebab buku akan lama umurnya, lebih lama dari umur penulisnya sendiri. Boleh jadi buku kita laris di pasaran, dicetak ulang, cetak ulang! Di sini ingin kutitip pesan untuk para penulis pemula, demikian pula untuk diriku sendiri. Menulislah yang bermanfaat, jangan sampai tulisan kita menyesatkan ummat. 


Ingatlah, menulis sebuah amanah Allah. Kelak di akhirat tulisan-tulisan kita akan minta tanggung jawab!
***

Tertohok aku membacanya. Baguslah kalau ternyata aku menjadikan titel penulis sebagai sebuah obsesi agar lebih semangat lagi berkarya. Tulisan ini aku copas dari bahan ringkasan diskusi Teh Pipiet Senja tahun 2010 di Medan. Masih sangat berguna. Sesekali tak ada masalah untuk membuka kembali materi-materi tulisan yang dulu sudah pernah dibaca. Biar semangat lagi menulisnya. Well, udah bisa jawab sendiri kan?

PENULIS ; Sebuah Obsesi

by on Februari 28, 2017
Rupanya ini yang namanya cinta. Bila tak melakukannya, tak menyentuhnya, tak mengingatinya, aku rindu. Ada kegersangan dan kegelisahan di d...

Dari kemarin pengen banget bikin tulisan sempena milad FLP. Ngalor-ngidul pikiran dan jasadnya. Terbuka lagi begitu selesai membaca tulisan-tulisan teman-teman di Sosmed terkait milad FLP. Semoga tulisan ini sedikit menjawab pertanyaan teman-teman padaku yang ingin bergabung di FLP dan ingin tahu FLP itu apa dan bagaimana. 


MENGENAL FLP
Tanggal 22 Februari 2017 lalu Forum Lingkar Pena (FLP) tepat berusia 20 tahun. Usia yang beranjak matang. Padanya diletakkan harapan menjadi sesuatu yang berguna dan senantiasa menjadi jalan kebaikan bagi setiap insan yang bersamanya. Aku merasa beruntung mengenalnya lebih awal.

Saat itu usiaku masih sangat muda. SMP. Mengenal karya-karya mereka yang sampai saat ini namanya masih harum bahkan semakin harum. Ada Mas Irfan Hidayatullah dengan Teenlitnya saat itu yang berjudul “Meski pialaku terbang.” Lalu ada juga Bunda Helvy Tiana Rosa, Afifah Afra dan Izzatul Jannah. Saat itu aku hanya sebagai penikmat bacaan saja.

Tahun kedua kuliah aku memutuskan untuk bergabung ke dalamnya. Luar biasa. Bertemu dengan mereka-mereka yang memiliki semangat besar untuk menjadi orang besar lewat karyanya. 

JATUH CINTA PADA FLP
Seperti layaknya pada manusia. Semakin sering bertemu dan berinteraksi, semakin kita mengenal pribadinya. Begitupun di FLP. Semakin sering bersama, datang ke diskusi-diskusi karyanya, ngobrol-ngobrol tentang keislaman dan keorganisasian, aku semakin tahu kemana arah organisasi ini. 

Bersyukur. Itu yang aku rasakan sampai saat ini. Beruntung komunitas kepenulisan pertama yang kukenal itu adalah FLP. Di dalamnya, aku belajar banyak tentang kepenulisan, keislaman dan keorganisasian. Hal itu yang kemudian membuatku jatuh cinta pada FLP.

Sebagaimana yang kita baca di dalam ayat suci al-qur’an dan sejarah-sejarah keislaman bahwa setiap apa yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Begitupun dengan pilihan kita untuk bergabung di suatu komunitas atau organisasi. Apa yang kita lakukan akan diminta pertanggungjawabannya.

Apa yang kita tulis? Apa yang kita lakukan? Apa yang kita perbincangkan? Semuanya dicatat oleh malaikat yang senantiasa berada di sisi kita. Tak hanya sampai di situ. Apakah yang kita tulis, apakah yang kita lakukan dan bincangkan itu memberikan manfaat kebaikan? Atau justru membawa orang lain ke arah negatif? Kita memiliki sumbangsih di dalamnya. Jadilah aku semakin yakin bahwa FLP insyaallah akan membawa kita ke arah kebaikan dan manfaat.

Kalau begitu, aku gak usahlah menulis. Kayaknya susah kali harus menulis yang baik-baik. Bagaimana kalau menuliskan tokoh yang antagonis.
Enggak gitu juga. Karya-karya yang dimaksud adalah karya yang memberikan pesan positif dan tidak mengumbar hal-hal yang tak pantas untuk diumbar. Nah, untuk lebih jelasnya yang ini akan ditulis pada pembahasan tersendiri ya. Jangan lupa untuk ikutin terus tulisanku. Yang jelas, kita harus tetap menuliskan kebaikan. Sebagaimana perkataan Ali Bin Abi Thalib, “Ikatlah ilmu dengan tulisan.” Biar ilmu-ilmu kita, pengalaman dan cerita-cerita kita gak hilang begitu saja. Tentunya dengan maksud agar orang lain mendapatkan hikmah dari tulisan kita.

PERAN FLP
Jika dulu para pendahulu kita tidak menuliskan ilmu-ilmunya, maka saat ini kita tidak akan mendapatkan pengetahuan itu. Tidak akan ada buku-buku sejarah keislaman dan kitab-kitab yang menjadi bacaan wajib kita. Tidak pula kita mengenal siapa-siapa orang yang telah berjuang demi agama dan bangsa ini dan bagaimana mereka menghadapi segala macam cobaan dan tantangan lalu mengubahnya menjadi sebuah peluang.

FLP kiranya memiliki peran sama seperti para pendahulu. Bahkan harus lebih karena tantangan hari ini lebih hebat dari sebelumnya. Dunianya sudah dunia digital. Informasi cepat sekali beredar. Karena itu peran kita menyebarkan kebaikan lewat tulisan setidaknya dapat mempengaruhi ketidakbenaran dalam informasi yang diterima. Jika dakwah itu ada banyak gayanya, FLP dengan visi dan misinya siap mewarnai dunia literasi dengan gayanya sendiri. 

Selamat milad FLP ke-20. Terus berbakti, berkarya dan berarti di muka bumi.

JATUH CINTA PADA FLP

by on Februari 23, 2017
Dari kemarin pengen banget bikin tulisan sempena milad FLP. Ngalor-ngidul pikiran dan jasadnya. Terbuka lagi begitu selesai membaca tul...
Jujur yah, sebenernya aku bingung mau nulis apa. Ide itu ada banyak di kepalaku. Tapi entah mengapa, dalam dua hari ini seperti gak fokus begitu. Ada memang masa-masanya seperti itu. Tiba-tiba kita kehilangan fokus. Bukan berarti pikirannya kosong yah. Kalo kosong itu berbahaya. 

Seperti orang yang banyak kerjaan tapi gak tahu mau mengerjakan yang mana. Badan tiba-tiba berasa melayang dan ringan. Tapi perasaan resah dan gelisah. Megang apa-apa rasanya berat. Pheuuuf...!

Efek banyak pikiran ini. Jadi linglung. But, whatever, live must go on. Apapun masalah dan pikiran yang banyak itu, cepet-cepet balik ke keadaan awal. Jangan sampai kita justru semakin terpuruk. Ingat kembali mimpi-mimpi kita. Ingat lagi orang-orang tersayang kita. Ingat lagi semua perjuangan yang telah kita lewati. Ingat lagi suka duka yang pernah kita rasakan. 

Besok udah februari aja. Hoooaaaa...harus lebih baik lagi nih. Well, keep fighting. Live must go on!

LIVE MUST GO ON

by on Januari 31, 2017
Jujur yah, sebenernya aku bingung mau nulis apa. Ide itu ada banyak di kepalaku. Tapi entah mengapa, dalam dua hari ini seperti gak fokus b...
Sekarang aku yakin bisa mengatakan hal itu, guys! Kenapa? Bukan karena aku sudah semakin sering menulis. Tetapi karena aku mulai menyederhanakan pikiranku tentang menulis itu sendiri. 

Maksudnya gimana?
Waktu sekolah kamu sering gak dikasih tugas mengarang oleh gurumu? Kalau pernah, itu artinya sama saja dengan menulis. Mengarang dan menulis itu sama. Sama-sama kegiatan membuat sebuah tulisan. Apakah itu benar hasil karangan/imajinasi kamu ataukah benaran hasil dari pengalaman kamu.

Bener juga ya?
Iyah. Semakin aku menyederhanakan pola pikirku tentang menulis itu sendiri, semakin banyak tulisan yang aku bisa hasilkan. Sama seperti tulisanku kali ini. Tiba-tiba aja nongol di kepala dan i must write it quickly. Aku takut tiba-tiba tulisan ini gak jadi karena keburu hilang ide dan hilang semangat. Maklum masih pemula. Harus banyak-banyak latihan menulis.

Cerita lagi dong biar semangat menulis.
Oke. Kita emang boleh banget bermimpi tinggi. Misal nih ya, saya akan menulis sebuah buku atau novel yang ketika pertama terbit langsung jadi booming. Dicetak berkali-kali dan kemudian diangkat ke film layar lebar. Itu sebuah motivasi yang luar biasa agar kita terus semangat dalam menulis. Dan anggap itu bagian dari doa kita. But, jangan sampai nih yah justru saking kebelet pengen dapat hasil seperti itu, kita cuman ngimpi doang dan mimpinya cuman hanya jadi dalam kenyataan. Ketika ditanya, mana tulisan kamu? Satu halaman saja. Kita cuman menyeh-menyeh bilang,”Belum siap, Kak. Belum siap, Bang.” Itu namanya beneran mimpi.

So, gimana dong?
Ya nulis. Aku juga tipe orang yang berangkat dari mimpi-mimpi besar itu. Kalau dipikir-pikir secara realistis yah. Aduh, rasa-rasanya seperti pungguk rindukan bulan. Jauh banget. Nulis juga masih asal-asalan dan masih ikut-ikutan. Parahnya, masih mood-moodan. Sampe aku tuh suka ngasih punishment sama diri sendiri.

Bertahun-tahun aku belajar menulis yang baik dan keren. Ga jadi-jadi. Semua tulisan berada dalam ambang kebimbangan. Aku php pada diri sendiri jadinya. Lebih sakit daripada di-php-in sama orang #bukancurhat. Itu kenyataannya. Pas liat teman mengeluarkan buku dan novel baru, aku ngiri tingkat dewa. Kepanasan dan kehujanan. Semua rasa jadi satu. Orang udah bisa bawa pesawat, aku bawa mobil aja belum bisa #bukancurhat.  

Akhirnya?
Belum berakhir. Meski aku pasrah dalam keadaan yang diakibatkan oleh diriku sendiri. Aku coba evaluasi diri dan meluruskan orientasi dan ambisiku dalam menulis.

Orientasi? Ambisi? Apalagi tuh?
Sabar. Aku bakal sering-sering cerita ke kamu tentang semangat bangkitnya aku di 2017 ini. Kamu pantengin aja terus tulisan-tulisanku di blog, fb , twitter ato dimanalah itu. Seperti yang aku bilang di awal, dulu orientasiku berazazkan mimpi-mimpi itu ya terkenal dan bisa menghasilkan uang. Hobi yang mungkin bisa jadi profesi utama. Yang kemudian bikin aku capek sendiri. Banyak ngayalnya aku waktu itu. Sampe sekarang juga suka ngayal sih. Heheh.

Tanpa sadar diri waktu itu aku langsung bikin mimpi yang tinggi banget. Gak salah bermimpi tinggi itu. Hanya saja waktu itu aku belum mempersiapkan step by step nya secara detil. Aku kudu ngapain buat meraih mimpiku itu dan kudu minta bantuan sama siapa. Jadilah jalan tanpa arah. Ambisi? Yah, aku sangat berambisi bisa jadi penulis. Kalo katanya Pak Arswendo Atmowiloto dalam bukunya Mengarang itu gampang, menulis skenario dan laku (bukunya aku beli di bazar di Suzuya A.Yani), ambisi itu penting. Artinya kamu masih serius mau jadi penulis. Makanya aku bertahan dan bersabar. 

Bener juga ya?
Aku lanjut cerita ya.

Lanjut deh!
Aku oret-oret dah tuh buku catatanku. Trus bolak balik buka halaman di word. Satu halaman berhenti. Buka lagi. Satu halaman baru. Berhenti. Gitu terus. Aku biarin aja mengalir. Yang satu halaman-satu halaman itu tetep aku simpan. Mana tau aja berguna. Teringat pesan dari hampir semua penulis ternama negeri ini, apa yang dapat kamu tuliskan saat itu, tuliskan saja. Simpan rapi. Nanti suatu hari bakal berguna.

Setelah itu, aku bikin strategi baru. Bikin target baca buku banyak-banyak dalam sebulan. Buku apapun itu. Berapa banyak? Yang jelas lebih banyak dari sebelum-sebelumnya. Aku gak ingat berapa buku yang aku baca. Selagi setiap hari baca buku dan dalam tiga-empat hari bisa nuntaskan baca buku lalu baca buku lain lagi. Atau bahkan dalam sehari aku bisa menuntaskan sebuah novel. Kurasa itu sudah lebih banyak dari bacaanku tahun sebelumnya. Sekarang juga makin rajin beli buku dan dibaca.

Jadi kudu sering-sering beli buku?
Ya enggak juga. Kalau ada duit alhamdulillah. Kalo enggak ya kan bisa pinjem teman. Atau buka-buka lemari buku kamu. Mana tau ada buku-buku lama yang belum kamu baca. Kalau enggak ya jalan aja ke toko buku. Baca-baca sinopsis buku orang. Hitung-hitung nyari semangat dan inspirasi menulis. Sambil terus doa, semoga suatu hari nanti bukuku bisa nampang di toko buku ini. Aamiiin.

Oh gitu?
Alhamdulillah sekarang aku lebih legowo dalam menulis. Ya aku gak peduli aku mau menulis apa dan apa kata orang. Aku nulis ya nulis aja. Masalah bagus enggaknya kan relatif. Tergantung siapa yang membaca tulisan kita. Kalau dia suka ya alhamdulillah. Kalau gak suka ya gapapa. Kita terus lanjut nulis.

Jadi semangat nih, Kak!
Bagus dong. Aku seneng dengernya. Kita sama-sama semangat menulis ya. Mudah-mudahan perlahan tapi pasti, atas izin allah, mimpi-mimpi yang lain itu bakal tercapai dengan sendirinya. Sadar atau tidak sadar.

Siippp...
Ada hal yang kudu kamu ingat juga. Pada akhirnya kita akan meninggal dunia. 

Iiih kok ngomong gitu sih, Kak. Serem tauuu...
Jangan dipotong dulu. Tak dipungkiri. Sembunyi di tempat manapun kita bakal meninggal dunia. So, apapun yang kita lakukan semuanya bakal dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. Jadi, tulislah hal yang baik-baik, yang mengajak orang pada kebaikan, yang memberikan pencerahan, yang memberikan semangat dan motivasi kepada orang lain untuk sama-sama berbuat baik. Insyaallah itu juga sebagai amal kita, mudah-mudahan bisa memperberat timbangan kita menuju perjumpaan abadi dengan sang pencipta kita.

Kak, aku mau nangis.
Nangis aja selagi nangis itu gratis. Kan repot kalau nanti ada undang-undang kalau nangis itu berbayar. Apalagi sampe ada nangis pra bayar dan pasca bayar. Emang listrik? Udah ya, udah pegel nih. Tak terasa udah empat halaman padahal niatnya cuman satu halaman aja. Susah kalau udah mulai nulis panjang gini. Jadi gak mau berhenti. Doakan novelku bisa cepet kelar.

Tunggu. Masih ada yang mau kutanyakan.
Apaan?

Satu aja. Boleh ya!
Yaudah cepetan.

Aku tuh suka moody. Gimana dong?
Kayaknya kamu butuh teman.

Aku punya banyak teman. Tapi temanku pada gak suka nulis.
Teman itu emang banyak. Namun kalau kasusnya kayak kamu gini, berarti kamu kudu nambah teman yang juga bisa saling memotivasi kamu biar semakin semangat menulisnya. Kamu persis kayak aku, deh.

Nyari temannya dimana dan kayak mana?
Yaelah pake nanya lagi. Ya cari teman yang sama-sama suka nulis dan punya obsesi buat jadi penulis. Kalau kamu nanya sama aku, kamu bisa gabung sama komunitas atau organisasi kepenulisan. Kalau aku udah nyaman di Forum Lingkar Pena (FLP). Tahu gak?

FLP? Aku tahu. Kayak Kang Abik, HTR, Sinta Yudisia, Afifah Afra daaaan....
Good. Mereka itu semua idola aku tauuuu...tulisannya keren-keren. Nah, FLP itu udah ada dimana-mana. Jadi kalau kamu tinggal dimanaaaa gitu bisa nanya-nanya sama FLP yang ada di tempat kamu. Kalau aku kan tinggalnya di Riau, jadi ya lebih deket ke FLP Riau. Di Riau juga banyak lho penulis-penulisnya. Kamu bisa tanya-tanya sono atau selancar di sosmed kamu. Ada Mbak Nafiah, Bang Ijazi, Pak Bambang, ILham Fauzi, Fatromi, Alam Terkembang, deelel.

Baiklah. Kapan-kapan aku masih boleh nanya sama Kakak lagi, Kan?
Silahkan. Aku selalu menunggu kehadiranmu di sisiku karena kamu juga merupakan salah satu inspirasiku dalam menulis.

Makasih, makasih, Kakak.
Sama-sama, sweety.


MENULIS ITU GAMPANG LHO!

by on Januari 28, 2017
Sekarang aku yakin bisa mengatakan hal itu, guys! Kenapa? Bukan karena aku sudah semakin sering menulis. Tetapi karena aku mulai menyederha...

Status mama di bbm

Aku termasuk orang yang kurang setuju jika ada yang curhat di sosmed apalagi sampai mengeluh. Rasanya menyemak aja. Bikin kita yang tadinya gak galau jadi galau dan ikut-ikutan bikin status yang isinya juga curhatan. Ampun deh. Tapi kalo curhatnya bisa menghasilkan hikmah ya gapapa. Misalnya kayak dalam bentuk tulisan ini. 

Sebenarnya ini juga merupakan curhatku. Tapi aku ingin membuatnya lebih baik dan tidak sekedar curhat biasa. Semacam catatan harianlah dan ku posting di blog. Kali ini aku relakan orang lain bisa membacanya. Kalau dulu, jangan harap. Aku bikin curhat di buku harian yang ada gemboknya ato pakai sandi kunci. Jadi aman. Zaman sekarang, kali aja curhatnya bisa jadi duit. Kayak orang-orang yang sudah lebih dahulu berpenghasilan besar dari dunia sosmed seperti facebook, instagram, deelel. Barangkali kan ya, ada penerbit yang nyasar ke blogku dan tertarik buat membukukannya. Ah, aku senang sekali.

Tadinya aku ingin mengakhiri tulisanku hari ini. Tapi pas buka bbm, aku baca status mama, “Kucing temanku di rumah.” Aku langsung mewek. Baper dan apalah. Mungkin mama juga sedang melow dan merasa kesepian. Meksipun di rumah ada papa dan adikku. Aku sendiri tinggal di rumah yang mereka belikan dan jaraknya tak begitu jauh. Yah, jam-jam padat kegiatan jelas mama di rumah sendiri. Yang lain kan pada kerja. Hanya Bebeb-kucing kesayangan kami-yang menemani mama di rumah.

Aku sedih bacanya. Orang tua makin tua hatinya makin sensitif, makin mudah sedihan dan sepian. Terpikir olehku, ini saja dekat sudah begini. Apalagi kalau nanti aku tinggalnya jauh. Bakal makin sedih dan kemudian memberatkanku untuk merantau apalagi aku belum menikah. Pikiranku melayang-layang.

Menurutku, ini salah satu efek dari berkembangannya teknologi. Dulu kita tidak mengetahui perasaan orang tua yang anaknya sedang merantau. Sekarang, tak perlulah orang tua mengatakan langsung pada anaknya. Cukup ia bikin status di sosmednya dan dibaca oleh anaknya. Bisa menjadi dua sisi. Si anak lebih pekaan terhadap perasaan orang tuanya dna kemudian memutuskan untuk sering menelepon dan menanyakan kabar orang tuanya. Atau justru sebaliknya, membiarkan status orang tuanya begitu saja toh ia tahu orang tuanya dalam keadaan baik-baik saja. Jika status masih update, ia masih bisa mengikuti perkembangan keadaan orang tuanya dan bila sempat ia akan menghubungi orang tuanya dalam waktu yang lama.

Apapun itu, bijaklah menggunakan sosmed. Kalau mau curhat di sosmed, sah saja karena tak ada larangannya. Yang penting kamu kudu ingat, segala sesuatu akan dipertanggung jawabkan di akhirat. Termasuk status kamu di sosmed. Jadi pandai-pandai menggunakan sosmed sebagai sarana curhat.

CURHAT DI SOSMED

by on Januari 26, 2017
Status mama di bbm Aku termasuk orang yang kurang setuju jika ada yang curhat di sosmed apalagi sampai mengeluh. Rasanya menyemak a...
Mencari pekerjaan itu susah. Jadi yah nikmati saja pekerjaanmu saat ini jika kau belum berani melangkah keluar dari zona nyaman. Yaitu keluar dari pekerjaanmu saat ini dan kemudian mencari pekerjaan lain yang membuatmu nyaman. Atau justru membuka usaha sendiri (bisnis) yang kemudian juga bisa membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain. Itu pilihanmu.

Adikku, hampir dua tahun mencari pekerjaan ke sana ke mari bahkan banyak modal yang telah dikeluarkan orang tuaku untuk ongkos dan biaya administrasi mengurusi berkas-berkas lamaran kerjanya. Namun, rezeki belum berpihak padanya. Apa hendak dikata. Akhirnya, awal tahun kemarin ia baru mendapat pekerjaan dan itu pun luar biasa perjuangannya. Hari ini ia sangat sibuk dengan pekerjaannya yang snagat menyita waktu dan beresiko tinggi. Bahkan, tak ada hari libur sekalipun itu hari minggu dan tanggal merah nasional. Kerja apaan seperti itu? Ada. Aku hanya bisa mengatakan, “Ada pekerjaan seperti itul. Yang penting halal. Pun, mumpng masih single dan dia lelaki. Biarkan saja ia menjalaninya. Ia pasti pandai menyiasati kejenuhannya dalam bekerja.”

Kemarin, ia mengirimku sebuah pesan di bbm dan menawarkanku sebuah pekerjaan freelance yang sama sekali tak pernah terbayangkan olehku. Marketing asuransi. Sebuah pekerjaan yang aku tak mengerti dan kurasa aku tak pandai berjualan dan sesungguhnya lebih tepat lagi tak ada keinginanku untuk bekerja sebagai marketing sekalipun aku dalam keadaan terdesak. Saat ini yah. Entah kalau nanti-nanti.

Yang kuterkejutnya bukan hanya soal pekerjaan ini. Tapi tentang perhatiannya padaku. Ia adalah tipe yang cuek dan cuek banget. Entahlah. Keras juga. 

Jadi ceritanya saat ini aku masih digantung sama pemerintah. Kurang lebih begitulah. Kemarin ikut tes calon aparatur sipil negara (CASN) jalur guru garis depan (GGD). Sampai sekarang belum jelas hasilnya. Masih menunggu. Menunggu dalam kebingungan. Satu sisi sudah gak punya pekerjaan lagi dan butuh uang. Satu sisi, mau melamar pekerjaan mana ada yang mau nerima serba nanggung kalau gak freelance seperti yang ditawarkan adikku tadi. Pheuf. Aku tidak ingin mengeluh dengan keadaan ini. Toh, itu sudah keputusanku.

Mendapat bbm darinya membuatku bahagia dan terharu. Ia peduli padaku sampai-samapi mencarikan lowker untukku. Ia tak pernah menunjukkan kepeduliannya secara nyata. Sekedar menanyakan kabarku saja tak pernah. Tapi ya sudahlah, ia memang begitu tipenya. Tak bisa pula kuharapakan keromantisannya seperti adik-adik orang lain yang saling mesra antara kakak dan adik. Meski ya kami hanya berdua beradik. 

Well, makasih ya, Dek. Setidaknya bbm-mu itu membuatku lebih semangat. Aku tidak benar-benar sedang bingung sendiri. Aku sedang berproses dalam karyaku dan mudah-mudahan pengumuman itu segera keluar. Doa yang banyak untuk aku.

MENCARI PEKERJAAN

by on Januari 26, 2017
Mencari pekerjaan itu susah. Jadi yah nikmati saja pekerjaanmu saat ini jika kau belum berani melangkah keluar dari zona nyaman. Yaitu kelu...

Ada yang istimewa dari sebuah permen. Ini adalah permen pemberian seorang bocah kelas lima SD. Sebut saja namanya Fikri (bukan nama aslinya). Ia adalah anak tetanggaku. Seorang piatu yang kini memiliki seorang ibu tiri. 

Saat itu aku baru pulang dari kegiatan seharian. Biasanya aku akan selalu menghampiri adik bayinya. Ketika baru saja aku menghampiri adik bayinya itu, ia berlari kecil ke arahku dan menyerahkan sebuah permen mint. “Untuk Kakak?” tanyaku memastikan. Ada apa senja begini dan aku baru tiba, ia memberiku sebuah permen. Ia mengangguk.
Aku menyambut baik pemberiannya. Terasa olehku ketulusan hatinya. Tiba-tiba saja hati ini basah. Kedekatan kami yang membuat permen itu terasa spesial. Bukan tentang besar kecilnya pemberian. Tapi tentang ketulusan dalam memberi. Aku tahu ia begitu tulus bukan karena aku semata-mata menyimpulkan begitu saja. 

Hari-hari kami bertetangga, ada banyak hal tentang keluarganya yang aku ketahui dan membuatku terkadang miris. Aku tak akan menceritakan apa yang terjadi dalam keluarganya. Yang inign aku ceritakan adalah sikapnya Fikri. 

Ia adalah anak kecil yang dewasa dan bijak. Ia adalah anak kedua yang memiliki satu kakak perempuan dan seorang adik perempuan. Ditambah kini ia memiliki seorang adik tiri yang juga perempuan. Setelah ibu tirinya melahirkan, ia pun mempunyai seorang adik bayi lelaki yang akhirnya akan menemaninya. Kondisi ibu dan ayahnya yang seorang pekerja membuat ia harus mandiri dan dewasa dibandingkan kakak dan adiknya. Ini terlihat dari caranya menghadapi masalah yang tengah menimpa ia dan keluarganya. Tentang sikap mengalahnya ynag kalau saja ia berontak, mungkin ia bisa keras seperti anak lelaki pada umumnya. Tapi bukan itu yang ia lakukan. Ia berada pada posisi penengah, sabar dan pandai menjaga keseimbangan emosinya. Salut. Terkadang, keadaan memaksa seseorang untuk bisa bersikap dewasa dna bijak.

Karena itulah aku terharu jika tiba-tiba ia memberikan sebuah permen padaku. Mungkin ia juga tahu bahwa aku sedang lelah. Ia pandai sekali menghibur. Terimakasih ya Fikri. Kakak hanya bisa doakan semoga allah senantiasa menjagamu. Teruslah bersikap baik dan lembut serta bijaksana seperti itu. Bukan karena siapa-siapa, tapi karena allah sangat menyukai sikap seperti itu. Semoga ibu kandungmu di surga bangga padamu.

SEBUAH PERMEN

by on Januari 26, 2017
Ada yang istimewa dari sebuah permen. Ini adalah permen pemberian seorang bocah kelas lima SD. Sebut saja namanya Fikri (bukan nama asli...