Perjalanan Umroh Pekanbaru-Madinah

Satu cita-citaku alhamdulillah terwujud di akhir tahun 2024 kemarin. Cita-cita itu adalah umroh. Cita-cita yang muncul di pikiran anak kecil usia sekolah dasar hari itu. Entah darimana asal datangnya cita-cita itu. Secara keluargaku bukan keluarga sangat religius atau keluarga pondokan. Sekolahku juga hanya di sebuah sekolah dasar negeri yang ada di desa. Anehnya setelah dewasa ini aku bersyukur punya cita-cita itu sejak kecil.


Bilamana tetangga, guru, atau sesiapa kudapati kabarnya akan berangkat umroh dan haji, aku akan bersegera mendatanginya dan meminta didoakan agar punya kesempatan pula untuk umroh dan haji. Di samping itu, tak lupa pula aku minta didoakan agar hidupku senantiasa Allah ridhoi. Ketika mengetik tulisan ini aku baru sadar, kok bisa ya waktu kecil dulu aku berpikiran seperti itu? Setelah dewasa baru perlahan kupelajari keistimewaan Madinah dan Mekkah.


Pengorbanan Harta

Meski telah lama memimpikan tanah suci, aku kerap dilanda perasaan bagaiamana cara mewujudkannya. Sampai akhirnya empat hari sebelum oktober beranjak, aku menelepon mama dan mengatakan bahwa libur akhir tahun umroh saja berdua. Tapi cari jadwal yang memang sudah libur di bulan desember dan tidak mengharuskanku mengurus cuti ke dinas - dalam artian aku libur sesuai waktu saja. Jika harus menambah libur dan berurusan dengan dinas, rasanya akan riweh sekali.


Mama dan papa mencarikan info travel, jadwal dan teknis pembayaran. Hari itu juga aku langsung transfer uang muka alias DP untuk keberangkatan. Bismillah. Uang muka sudah dibayar, insyaallah Allah sehatkan dan kami berangkat umroh. Itu saja doaku hari itu. Mama memastikan betul bahwa apakah aku punya uang dan cukup untuk biaya dan hal lain yang diperlukan semasa umroh. 


Saat itu kubilang gapapa. Uang tabunganku memang bisa dibilang pas-pasan. Setelah akhirnya melunasi biaya keberangkatan. saldo rekeningku saja tinggal beberapa ratus ribu (kondisi paling kritis selama aku kerja. Heeh. Tapi aku selalu percaya atas apa yang Allah beri. Nyatanya selama ini seluruh kebutuhan hidupku Allah cukupkan. Bahkan ketika umroh saja, uang yang pas-pas itu cukup untuk jajan cantik dan membelikan oleh-oleh untuk orang terdekat. Alhamdulillah.


Selama pengurusan administrasi, meski diurus jarak jauh, alhamdulillah tidak ada kendala. Aku memang sudah punya paspor, biaya sudah dibayar, keperluan surat vaksin juga sudah, hanya manasik umroh saja yang tidak kuikuti. Berhubung akhirnya keberangkatan kami putuskan lewat Pekanbaru, bukan Batam.


Jadilah ketika libur sekolah dimulai, aku segera pulang ke Pekanbaru. Dari Pulau Kundur ini aku naik speed boat Tenggiri Exspress seperti biasanya aku pulang ke rumah dari tempat tugasku. Perjalanan ditempuh selama lebih kurang empat hingga lima jam. Setibanya di Pelabuhan Mengkapan atau disebut juga Pelabuhan Tanjung Buton, Siak, aku lanjut naik travel selama lebih kurang empat jam juga. Sampai di rumah sekitar waktu ashar atau menjelang magrib. Tergantung banyaknya penumpang dan kemacetan jalanan.


Keberangkatan

Tiga hari berada di rumah, tibalah hari keberangkatan kami. Dari rumah menuju bandara Sultan Syarif Kasim Pekanbaru hanya tiga puluh menit. Di bandara para jamaah juga berdatangan. Bandara hari itu rame sekali dengan orang seragaman, seragam travel. Bandara penuh dengan rombongan jamaah umroh. 


Aku duduk bersama rombongan dari travelku yang dari jauh sudah kutandai warna pakaian seragamnya. Mama duduk di sampingku. Sambil menunggu anggota lengkap dan pendamping rombongan kami, aku dan mama berkenalan dengan para jamaah lainnya. 


Ketika pendamping sudah hadir, kami dikumpulkan dan diberi arahan dari orang travelnya. Tak lama kemudian, kami masuk ke ruang tunggu. Papa dan adikku yang ikut mengantar, harus berpisah sementara denganku sampai di ruang tunggu luar. Sementara aku dan mama lanjut masuk ke pemeriksaan internasional. 


Di dalam kami menunggu lagi sekitar satu jam. Meski begitu, aku tak merasa jenuh karena wifi bandara dan colokan sangat oke. Begitu diumumkan pesawat yang akan membawa kami ke tanah suci sudah siap, kami pun berdiri dan terus masuk ke dalam pesawat. 


Ohiya, hari itu aku sedang berpuasa sunnah hari kamis. Sengaja aku tetap melanjutkan puasa dalam perjalanan ini karena ku ingin merasakan perjuangan berlelah-lelah puasa menuju tanah suci. Apakah aku sanggup? Hitung-hitung juga latihan jika kelak diberi kesempatan lagi umroh di bulan ramadan.


Pesawat kami djadwalkan akan transit di Singapura sekitar satu jam. Perjalanan dari Pekanbaru ke Singapura hari itu sekitar satu jam setengah. Setiba di Singapura, transit satu jam itu tidak terasa. Pasalnya berpindah dari satu gate ke gate lainnya, masuk waktu zuhur dan makan siang. Orang-orang pada makan siang dulu karena sudah dibekali sama travelnya. Aku cuman jagaain barang saja.

Trasnit di Singapura
Transit di Singapura

Di Singapura orang-orang langsung berebutan mengisi botol airnya dari keran-keran air yang disediakan oleh pihak bandara Singapura. Enaknya di bandara Singapura begitu, bisa ambil air sepuasnya dari keran-keran umum. Bukan hanya di bandara sih, di masjid dan fasilitas umum lainnya kita gak bakal kesusahan buat minum air putih.


Tak lama, kami dipanggil untuk masuk kembali ke dalam pesawat. Pesawatnya besar sekali. Yang kubayangkan saat itu adalah bagaimana menata diri untuk tetap nyaman selama perjalanan di atas sembilan jam ini. Pengalaman penerbangan terlamaku dulu pernah mencapai tujuh jam. Itu ketika aku berangkat dari Pekanbaru menuju Jayapura, Papua.


Pilot menyampaikan bahwa penerbangan menuju Jeddah akan segera dimulai. Pelan-pelan pesawat beranjak ke atas. Aku menikmati perjalanan dan pemandangan bangunan-bangunan Singapura menghilang tertutup awan. Aku komat kamit berdoa agar Allah berikan kami kesehatan dan kesempatan untuk tetap hidup. Mengingat ada banyak cerita perjalanan umroh yang aku dengar sebelumnya. Aku berdoa masih ingin umroh versi lengkap dengan keluargaku di waktu lain.

Penerbangan menuju Jeddah
Penerbangan menuju Jeddah

Tiba di Madinah

Kami tiba di bandara King Abdul Aziz, Jeddah pukul 21.30 WSA. Ketika mendengar suara pilot sebagaimana video reels instagram, hatiku melompat bahagia, berbunga-bunga. Akhirnya aku bisa mendengar sendiri kalimat pilot, "Selamat datang di bandara King Abdul Aziz, Jeddah." Aku sengaja mempersiapkan alat rekam agar bisa merekam suara pilot tersebut. Ini perjalanan mahal batinku. 


Setibanya di Jeddah, kami keluar melewati antrian panjang imgrasi, sampai akhirnya bertemu dengan akuarium raksasa yang menyambut para pengunjung. Sempat pula berfoto-foto sebentar sambil menunggu arahan pendamping rombongan dan sebagian lain ada yang ke toilet. Setelah itu kami menuju bus yang akan mengantarkan kami ke Madinah. Karena perjalanan Jeddah-Madinah juga masih jauh, akhirnya kami makan malam di dalam bus. 


Aku lupa perkara apa yang kami hadapi di rentang pukul 22.00-00.00 WSA itu hingga akhirnya pukul 00.00 WSA kami baru bisa jalan dari Jeddah menuju Madinah. Selama perjalanan kugunakan untuk tidur sejenak. Selama penerbangan, aku tidak tidur sama sekali sebab aku menunggu jadwal magrib agar bisa berbuka puasa. Lucunya hari itu, semua orang mengatakan aku sudah bisa berbuka, sementara langit di luar masih biru. Itu karena mereka cuman melihat jam mereka yang masih pengaturan Indonesia. Aku berpatokan jika langit mulai jingga dan kemudian gelap, itu baru aku bisa berbuka puasa dan melaksanakan salat magrib sekaligus jamak qashar.


Akhirnya kami tiba di Madinah sekitar dua puluh menit sebelum waktu subuh di sana. Dua puluh menit itu tak sempat apa-apa. Hanya mengantri ambil kunci kamar dan lalu memasukkan koper ke dalam kamar. Kami sempatkan berwudhu dan segera ke masjid. Itu saja kami sudah duduk di bagian terluar dengan suhu hari itu sepuluh derajat. Dingin sekali.


Masyaallah, pertama mendengar azan subuh di Masjid Nabawi hatiku bergetar. Sungguh, aku benaran berada di Madinah, tanah suci umat islam, kampung halaman nabi. Ada getar yang tak bisa kukatakan. Diantara ngiungan laron yang berterbangan, suara azan subuh itu sangat syadu. Ditambah pemandangan langit Madinah yang memang istimewa.

Masjid Nabawi
Di dalam Masjid Nabawi

Seusai salat subuh, mamaku dan rombongan lain mengajak balik ke kamar untuk istirahat. Ada jadwal rombongan yang harus diikuti. Sementara aku belum mau balik ke kamar meski tubuhku cukup lelah. Aku ingin melihat payung Masjid Nabawi terbuka. Aku ingin buat video. Maklumlah korban video reels instagram.


Benar saja, payung masjid terbuka sebelum pukul 07.00 WSA. Masyaallah indah sekali. Ditambah keindahan langit subuh itu yang beranjak naik. Setelah payung terbuka, waktu salat syuruq pun tiba. Aku sempatkan melakukannya dan setelah itu balik ke kamar. Benar saja, selama di Madinah, hanya subuh itu bisa melihat payung terbuka. Selebihnya payung sudah terbuka terus karena musim dingin telah dimulai.

Foto di bawah payung
Setelah payung terbuka

Bersambung ....






7 komentar:

  1. Masyaallah, bahkan sejak awal udah perjuangan berjam-jam naik kapal. Barakallah, Kak! Ngomong-ngomong saat puasa di hari keberangkatan dan lintas zona waktu gitu, total puasanya jadi berapa jam, Kak?

    BalasHapus
  2. Kisah perjalanan yang seru dan menyenangkan mbak. Banyak informasinya juga

    BalasHapus
  3. MaasyaAllah. Impian yg sama. Dan aku nyesel banget dulu ngga umrah padahal aku punya kesempatan kalau emang diusahakan untuk transit sejenak di jeddah dan terus ke mekkah utk umrah. Tapi emang mungkin saat itu belum terketuk hati ini. Sekarang malah pengen bangeett. Semoga bisa segera kesampaian.

    BalasHapus
  4. Subhanallah... Seneng rasanya baca postingan ini, apalagi diceritakan dengan detail. Seakan ikut ke tanah suci sendiri. Postingan ini juga nambah pemahaman baru.
    Makasih kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ih sama, Kak. Berasa ikutan ke sana ya kan.

      Jadi gak sabar ingin baca lanjutan ceritanya. Semoga segera diberi kesempatan mengunjungi tanah haram juga kita ya. Aamiin

      Hapus
  5. Alhamdulillah, bisa umroh bersama keluarga. Ceritanya sangat menarik dan detail. Semoga bisa kembali ke tanah suci kali ini berhaji ya.

    BalasHapus
  6. MasyaAllah impian setiap umat Islam tentu saja bisa beribadah umroh ya kak. Seru banget menyimak perjalanan ibadahnya

    BalasHapus

Udah baca kan? Kasih komentar ya biar kedepannya makin baik lagi. Terima kasih.