Tampilkan postingan dengan label Essay. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Essay. Tampilkan semua postingan



Dulu, ketika kita kecil, kita sangat puas dengan permainan masa kecil yang menjadi bagian keseharian. Seperti main petak umpet, lompat tali, dan main layangan. Sering juga kita bermain ke sawah, kebun dan kolam ikan. Sekarang, saat pulang sekolah, jika ditanya apa aktivitas yang dilakukan oleh anak-anak di rumah, mereka akan dengan ringan menjawab main HP atau nonton youtube atau main TikTok.

 

Sebuah pergeseran kondisi di tengah arus digitalisasi. Antara tersenyum dan cemas. Apa yang harus kulakukan sebagai guru mereka di sekolah? Sementara proses pembelajaran di sekolah pun menuntut mereka mau tak mau harus bersinggungan dengan internet dan HP. Di satu sisi aku merasa mereka memang generasi yang lahir dari rahim digital. Di sisi lain aku turut cemas terlebih jika tidak ada pendampingan dari orang tua di rumah. Alih-alih terbantu proses belajarnya, anak malah kelelahan dan ketiduran di sekolah lantaran memeloti HP hingga larut malam.

 

Sebagai dewasa, kita seharusnya sadar bahwa kita sedang hidup dalam zaman yang sama sekali berbeda dari masa kecil kita. Anak-anak kita tidak sekadar pengguna teknologi, mereka lahir dan tumbuh bersama teknologi. Dunia mereka adalah dunia layar—tempat mereka belajar, bermain, dan bersosialisasi. Tantangan terbesarnya bukan hanya tentang seberapa banyak waktu mereka menatap layar, tapi apa yang mereka lihat, siapa yang mereka temui, dan nilai apa yang mereka serap dari dunia maya.

 

Aku sempat mencoba “jalan larangan.” HP hanya boleh dipegang saat saat ada tugas tertentu yang kusampaikan di grup Whatsapp orang tua dan tentunya minta pendampingan dari orang tua, tidak boleh install aplikasi sembarangan, dan tak jarang aku minta orang tua untuk uninstall beberapa game yang menurutku tidak mendidik. Juga menyarankan orang tua untuk membatasi dan membuat jadwal penggunaan HP di rumah.

 

Tapi hasilnya? Mereka jadi curi-curi waktu, berbohong soal aplikasi yang mereka pakai, bahkan belajar dari teman-temannya yang tak kalah “cerdik” dalam menyiasati aturan. Aku pun mulai berpikir, mungkin bukan larangan yang mereka butuhkan, tapi pendampingan.

 

Sejak saat itu, aku mencoba cara baru. Aku belajar tentang platform yang mereka sukai. Aku ikut nonton YouTube bareng, bertanya apa yang mereka suka dari kanal tertentu. Kami membuat kesepakatan bersama soal waktu layar, dan aku juga lebih terbuka mendengarkan cerita mereka tentang dunia digitalnya—tanpa menghakimi. Hasilnya mengejutkan: anak-anak mulai terbuka, bahkan minta pendapatku ketika akan melakukan sesuatu.


Aku percaya, anak-anak zaman sekarang tidak butuh orang tua yang galak atau melarang tanpa alasan. Mereka butuh sahabat di dunia digital. Berikut beberapa hal yang aku pelajari dan terus kujalani:

  • Kenali dulu dunia mereka

        Jangan alergi dengan media sosial atau game. Pelajari, amati, dan pahami.

  • Buka ruang komunikasi. 

        Jadilah tempat curhat, bukan hakim. Dengarkan, lalu arahkan.

  • Bangun kesepakatan, bukan perintah. 

        Anak merasa dihargai jika diajak bicara, bukan sekadar diperintah.

  • Jadi contoh nyata. 

        Kalau kita terus sibuk dengan HP, bagaimana kita bisa melarang mereka?

  • Gunakan teknologi untuk belajar bersama. 

        Banyak konten bermanfaat di luar sana. Ajak mereka menyusuri sisi baik dunia digital.


Tentu, prosesnya tak selalu mulus. Ada masa-masa frustrasi, ada juga saat-saat haru ketika mereka menunjukkan bahwa nilai yang kita tanam benar-benar tumbuh. Aku belajar bahwa membesarkan anak di era digital adalah tentang berjalan bersama mereka, bukan memimpin terlalu jauh di depan, apalagi tertinggal di belakang.


Karena sejatinya, anak-anak kita tidak hidup di dunia kita dulu. Mereka hidup di dunia mereka hari ini. Dan sebagai dewasa, sebagai orang tua, tugas kita bukan menolak dunia itu, tapi membantu mereka untuk bisa bertumbuh dengan bijak di dalamnya.


“Kita tidak bisa menghentikan ombak, tapi kita bisa mengajarkan anak-anak kita cara berselancar.”

 


 

Sawitri dan Tujuh Pohon Kelahiran

Novel Sawitri dan Tujuh Pohon Kelahiran adalah salah satu novel terbaik karya Mashdar Zainal, seorang penulis yang baru saja menyelesaikan program residensi dari Badan Bahasa Kemdikbud di Kabupaten Karimun Agustus 2024 lalu. Saya memperolehnya dari beliau langsung ketika beliau mengunjungi sekolah kami. Tak lama lagi karya terbaru hasil residensinya juga dapat dinikmati dan menambah kekayaan nilai kehidupan melalui sastra. Novel yang mendapatkan penghargaan Acarya Sastra Badan Bahasa pada 2017 ini menyuguhkan cerita yang menggugah, menyentuh dan sarat akan nilai-nilai kehidupan yang masih sangat relevan hingga hari ini. Melalui novel ini, penulis mengajak pembaca untuk merenungi makna kehidupan yang sesungguhnya secara menarik melalui simbolisme pohon-pohon yang hidup bersama dengan tokohnya.

 Simbolisme Pohon sebagai Cermin Jiwa Manusia

Pohon semakin matang, semakin tua, akan semakin indah dan semakin kuat. Tapi manusia tidak. (Hal 110).

Pohon dalam novel ini digunakan sebagai simbol representasi perjalanan hidup Sawitri, sang tokoh utama yang memiliki tujuh orang anak. Setiap anak yang lahir dihadiahi sebuah tanaman berupa pohon yang diberi nama serupa dengan nama anaknya. Kehidupan, seperti yang digambarkan melalui pohon-pohon dalam cerita ini, adalah tentang pertumbuhan, perubahan, dan pencarian makna. Setiap pohon yang diceritakan menggambarkan tahapan hidup manusia mulai masa kanak-kanak yang penuh harapan, masa dewasa yang penuh tantangan, hingga masa tua yang dipenuhi kebijaksanaan dan refleksi.

Pohon pertama, pohon Sumaiyah, si pohon mangga tua yang melambangkan kebijaksanaan dan kemurahan hati. Mangga yang matang memberikan buah yang manis dan lezat, tetapi juga hanya jatuh ketika siap, seperti kebijaksanaan yang matang hanya bisa diperoleh melalui pengalaman hidup yang panjang. Layaknya kisah Sumaiyah si anak pertama dalam novel ini. Pohon kedua, pohon Sumitrah, si pohon flamboyan yang dikenal dengan bunga-bunganya yang berwarna cerah dan mencolok. Ini melambangkan keindahan, keceriaan, dan semangat hidup yang kuat. Meskipun berbunga indah, pohon ini tetap kuat menghadapi musim kering, mengajarkan tentang keuletan dalam menghadapi masa-masa sulit.

Pohon ketiga, pohon Subandi, si pohon asam. Meskipun buahnya terasa asam, pohon ini memberikan banyak manfaat. Ini menggambarkan bahwa dalam kehidupan, tidak semua yang pahit atau asam itu buruk, justru bisa memberikan manfaat yang tak terduga. Pohon ini mengajarkan kita untuk melihat sisi positif dari hal-hal yang tampak tidak menyenangkan dan bertahan melalui segala kondisi. Pohon keempat, pohon Sularsih, si pohon sawo. Buahnya yang manis dan kulit yang keras, melambangkan ketulusan dan kelembutan yang tersembunyi. Pohon sawo mengajarkan kita untuk tidak menilai sesuatu hanya dari luar, tetapi lebih mendalami dan menghargai kebaikan yang ada di dalamnya.

Pohon kelima, pohon Sukaisih, si pohon salam. Daun salam sering digunakan sebagai bumbu masakan, menambahkan aroma dan rasa pada makanan. Ini melambangkan peran yang mungkin kecil tetapi sangat penting dalam menciptakan harmoni dan keseimbangan. Pohon salam mengajarkan kita bahwa setiap individu, meskipun terlihat sederhana atau kurang menonjol, memiliki peran penting dalam kehidupan. Kehadiran dan kontribusi kita, sekecil apa pun, dapat memberikan pengaruh positif yang besar. Pohon keenam, pohon Sunardi, si pohon jamblang. Buahnya yang berwarna ungu tua dan rasa yang khas mengajarkan kita untuk berani menunjukkan identitas dan kepribadian kita tanpa harus menyamakan diri dengan orang lain. Pohon ketujuh, pohon Sundari, si pohon ketapang. Pohon ketapang dikenal dengan daun-daunnya yang lebar dan teduh, serta akarnya yang kuat. Pohon ini mengajarkan pentingnya memberikan perlindungan dan rasa aman kepada orang-orang di sekitar kita, tetap kokoh dalam prinsip dan keyakinan kita meskipun diterpa badai kehidupan serta melepaskan hal-hal yang tidak lagi diperlukan untuk pertumbuhan baru.

Masing-masing pohon memiliki fase hidup nya tersendiri. Bagaimana pohon tersebut bertumbuh hingga mati, adalah kisah perjalanan manusia mulai lahir hingga kembali kepada Sang Pencipta. Novel ini sarat ajakan untuk menghargai setiap fase kehidupan dan menemukan keseimbangan yang harmonis dengan alam untuk mencapai kebahagiaan dan kedamaian batin.

Nilai-nilai Kehidupan dalam Novel

Menanam itu memberi kehidupan, dan merawat apa-apa yang kau tanam kemudian melihatnya tumbuh itu seperti menyaksikan keajaiban. (Hal 33)

Membaca novel ini membuat pembaca berkali-kali merenung. Tidak ada hal yang lebih penting dalam hidup ini selain menanam dan terus saja menanam. Tanpa perlu khawatir nantinya apakah yang kau tanam akan memberikan keindahan atau tidak dan apakah nantinya yang kau tanam akan memberikan kebaikan atau tidak. Itulah cinta tulus orang tua kepada anaknya, yang seiring waktu akan terus bertumbuh dan menemui takdir hidupnya masing-masing. Tentang anak yang telah dibekali modal kehidupan melalui nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua, pada akhirnya akan mengalami kerentaan.

Kerentaan adalah waktu dimana engkau dapat meralat setiap keburukan dan menjadikan hidupmu lebih sempurna. (Hal 113-114)

Tak ada yang sia-sia dari proses menanam, merawat hingga melihat tumbuhnya kehidupan. Setiap pengalaman, baik itu manis maupun pahit, adalah bagian dari proses pertumbuhan kita sebagai manusia. Pohon-pohon yang digambarkan dalam cerita ini seolah-olah berbisik kepada kita untuk lebih peduli dan lebih bijaksana terhadap diri sendiri dan alam semesta.

Dengan gaya penulisan yang sederhana namun penuh makna, penulis yang di sosial media nya mencantumkan bahwa ia adalah pengagum pohon ini, mampu menyentuh hati dan pikiran pembaca melalui karya nya. Sawitri dan Tujuh Pohon Kelahiran bukan hanya sebuah novel, tetapi juga sebuah pelajaran hidup yang akan selalu relevan sepanjang masa.


Busy Teacher


Menjadi guru aktif sekaligus mempersiapkan aplikasi beasiswa pascasarjana adalah tantangan besar. Namun, dengan perencanaan yang matang dan strategi yang tepat, tantangan tersebut dapat diatasi. Artikel ini akan membahas panduan bagi guru yang sibuk agar tetap dapat mempersiapkan aplikasi beasiswa pascasarjana tanpa mengganggu tugas mengajar.

1. Tetapkan Tujuan dan Buat Rencana yang Jelas

Langkah pertama adalah menentukan tujuan yang spesifik, seperti program pascasarjana yang diinginkan, jenis beasiswa yang sesuai, dan tenggat waktu aplikasi. Kamu harus benar-benar tahu alasan mengapa kamu melanjutkan pascasarjana. Setelah itu, buatlah rencana detail dengan membagi tugas menjadi langkah-langkah kecil.

Misalnya:

  • Minggu 1-2: Riset universitas dan beasiswa.

  • Minggu 3-4: Kumpulkan dokumen seperti transkrip nilai dan sertifikat.

  • Minggu 5-6: Tulis esai aplikasi atau proposal riset.

  • Minggu 7-8: Persiapkan dan ikuti tes bahasa Inggris (TOEFL/IELTS).

Gunakan kalender digital atau catatan manual untuk memantau kemajuan dan memastikan tidak ada yang terlewat.

2. Manfaatkan Waktu dengan Efisien

Sebagai guru, waktu sering kali habis untuk mengajar dan tugas administratif. Oleh karena itu, gunakan waktu senggang dengan bijak, seperti:

  • Pagi Hari

Luangkan waktu 30-60 menit sebelum sekolah untuk membaca informasi beasiswa atau menyusun dokumen.

  • Jam Istirahat

Manfaatkan waktu istirahat di sekolah untuk meninjau checklist persiapan aplikasi.

  • Akhir Pekan

Fokus pada tugas besar seperti menyusun esai atau mengikuti pelatihan bahasa Inggris.

Selain itu, manfaatkan teknologi seperti aplikasi to-do list (misalnya Trello atau Notion) untuk mengatur prioritas dan mengingatkan jadwal penting.

3. Riset Beasiswa yang Relevan

Riset adalah kunci sukses dalam mendapatkan beasiswa. Sebagai guru, fokuslah pada program beasiswa yang mendukung profesi pendidikan, seperti:

  • LPDP 

Beasiswa ini dapat digunakan untuk pendidikan dalam dan luar negeri.
  • Beasiswa Pendidikan Indonesia

Beasiswa ini juga dapat digunakan untuk pendidikan dalam dan luar negeri. Pembiayaan juga dari LPDP. Namun penanggungjawabnya berada di bawah Kemendikbud dulunya. Kalau sekarang bisa dicek lagi apakan nanti akan berada di bawah Kemedikdasmen atau Kemenristekdikti.
  • Australia Awards 
Beasiswa ini banyak mendukung guru dengan program pendidikan.
  • Fulbright 
Beasiswa ini khusus untuk studi di Amerika Serikat.

Pelajari persyaratan masing-masing beasiswa, termasuk batas waktu, dokumen yang diperlukan, dan kriteria penilaian. Pilih beasiswa yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisimu.

4. Persiapkan Dokumen Secara Bertahap

Dokumen aplikasi beasiswa sering kali memerlukan waktu untuk disiapkan. Persiapkan dokumen secara bertahap agar tidak merasa terbebani. Kelengkapan dokumen ini akan sangat membuat kamu percaya diri untuk dapat lolos seleksi administrasi.

  • Curriculum Vitae (CV)

Pastikan CV kamu singkat, padat, dan menonjolkan pengalaman mengajar.

  • Surat Rekomendasi

Mintalah surat rekomendasi dari kepala sekolah atau kolega senior.

  • Esai/Personal Statement 

Ceritakan alasan kamu melanjutkan studi, rencana karir, dan dampak yang ingin diberikan setelah lulus. Jika memungkinkan, minta orang lain, seperti rekan kerja atau mentor, untuk mereview dokumenmu.

5. Bangun Komitmen dengan Dukungan Keluarga dan Kolega

Komunikasikan rencana studi kamu kepada keluarga, rekan kerja, dan kepala sekolah. Dukungan mereka sangat penting, terutama saat kamu perlu membagi waktu antara tugas mengajar dan persiapan beasiswa. Mintalah pengertian jika ada waktu tertentu yang membutuhkan fokus lebih pada studi, seperti persiapan tes bahasa Inggris atau wawancara beasiswa.

6. Latih Diri untuk Tes Bahasa Inggris dan Wawancara

Banyak beasiswa membutuhkan skor TOEFL atau IELTS sebagai salah satu syarat. Daftarlah kursus online atau gunakan aplikasi belajar seperti Duolingo, Grammarly, atau ELSA untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggrismu.

Selain itu, persiapkan diri untuk wawancara beasiswa. Latihlah cara menjawab pertanyaan seperti:

  • "Mengapa kamu memilih program studi ini?"
  • "Bagaimana studi kamu akan berdampak pada dunia pendidikan?"

Rekam dirimu saat berlatih untuk mengevaluasi gaya bicara dan kepercayaan diri.

7. Tetap Konsisten dan Jaga Keseimbangan

Kesibukan mengajar tidak boleh menjadi alasan untuk menyerah pada impian melanjutkan studi. Tetaplah konsisten dengan rencana yang telah dibuat, tetapi juga jaga keseimbangan antara pekerjaan, studi, dan waktu untuk diri sendiri. Luangkan waktu untuk beristirahat agar tidak mudah merasa lelah atau stres.

Mengelola waktu dan mempersiapkan beasiswa pascasarjana memang bukan hal yang mudah bagi guru aktif. Namun, dengan perencanaan yang matang, pemanfaatan waktu yang efisien, dan dukungan dari lingkungan sekitar, kamu dapat mencapai impian tersebut tanpa mengorbankan kualitas pengajaran. Jadikan impian melanjutkan studi sebagai motivasi untuk terus berkembang dan memberikan dampak yang lebih besar bagi dunia pendidikan.

Selamat berjuang, dan semoga sukses meraih beasiswa yang kamu impikan! 

Oleh : Kavita Siregar (Martina Eka Desvita Siregar)

“Seorang Alim yang Rabbani, adalah dia yang mengajari manusia ilmu yang sebesar-besarnya hingga sekecil-kecilnya.” (‘Abdullah Ibn ‘Abbas, Radiyallahu ‘Anhu)

Agaknya kalimat di atas adalah sebuah motivasi tersendiri bagi kita para guru. Bukan hanya para guru yang mengajarkan ilmu di bangku pendidikan formal mulai dari SD hingga perguruan tinggi. Tapi juga bagi para guru di kehidupan ini. Labelnya adalah Alim yang Rabbani. Dialah yang mengajarkan ilmu dan mendidik dengan ilmunya untuk senantiasa semakin mendekatkan diri kepada Sang Penciptanya. 

Guru dan sekolah
Jika menyebutkan ‘guru’ dalam tataran profesinya sebagai pendidik di sekolah, tentu sangat beruntung jika guru tersebut dapat menjadi teladan yang baik bagi siswanya, mengajarkan ilmu dengan senantiasa mengingatkan pada kebaikan. Bak dikata, ilmu dapat, akhlak pun selamat. Dialah guru yang tidak hanya mentransfer ilmu tapi juga mendidik siswanya sehingga tercapailah tujuan dari belajar. Seperti dikatakan oleh Slameto dalam bukunya Belajar dan Faktor Yang Mempengaruhinya menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Secara profesi, guru dianggap berhasil jika siswanya dapat mencapai kriteria ketuntutasan minimal yang ditetapkan dan juga siswanya menjadi lebih sopan, santun dan lebih dekat kepada Sang Penciptanya. Sehingga tak perlu dikhawatirkan nasib generasi masa depan yang tak baik.

Guru dan Menulis
Sebagai seorang yang senantiasa mengajarkan ilmu, alangkah lebih baiknya jika ilmu yang diajarkan itu pun diabadikan dalam sebuah tulisan. Apakah berbentuk buku, atau hanya berupa artikel. Bukan hanya sebagai saksi bahwa kita pernah hidup di dunia ini, tapi lebih kepada penurunan ilmu yang bisa menjangkau ke seluruh penjuru negeri bahkan dunia. Daerah-daerah yang sulit dijangkau, bisa mendapatkan hak yang sama dalam menimba ilmu meskipun tidak secara langsung mendengarkan dari gurunya. 

Jika guru-guru kita dulu tidak menulis, mungkin kita tidak akan mengenal banyak ilmu seperti sekarang ini lewat buku-buku dan tulisan lepasnya. Sebut saja, Buya Hamka, seorang guru agama di sebuah sekolah swasta yang juga menulis buku. Sampai hari ini, kita masih mengenalinya dan mendapatkan ilmu-ilmu yang sekiranya relevan dengan keadaan kita saat ini. Sebut saja yang lainnya, Imam Syafi’i, Abu Hanifah dan lain-lain. Mereka adalah guru dari guru-guru besar yang pernah hidup di dunia ini. Tak kan kita temukan kitab-kitab kuning di pesantren jika para guru tak menulis.

Ali bin Ali Thalib mengatakan, “Ikatlah ilmu dengan tulisan.” Mulai dari sekarang, kita para guru dan yang mengaku guru, menulislah! Agar ilmu-ilmu yang kita miliki tak hilang begitu saja seperti ucap yang dibawa angin. Tulislah tentang ilmumu, pengalamanmu, anak didikmu, dan pelajaran apa saja yang kau dapat dari ladang akhirat ini. 

Terakhir, selamat hari guru nasional untuk seluruh guru di Indonesia!

Guru dan Menulis

by on November 25, 2016
Oleh : Kavita Siregar (Martina Eka Desvita Siregar) “Seorang Alim yang Rabbani, adalah dia yang mengajari manusia ilmu yang sebesar-besa...