Ziarah Sejarah di Madinah: Menapak Jejak Rasulullah dengan Hati
Ada rasa yang sulit dijelaskan setiap kali langkahku mengarah ke tempat-tempat bersejarah di Madinah. Seolah tiap pasirnya menyimpan jejak para sahabat. Setiap angin yang bertiup membawa salam dari masa silam.
Ziarah kota Madinah ini merupakan satu paket dengan pendaftaran umroh yang kami lakukan bersama rombongan travel dari Pekanbaru. Agenda sudah disusun: kami akan ziarah ke beberapa
lokasi penting di sekitar Madinah. Meski tidak semuanya bisa dikunjungi dalam
waktu singkat, ada kelegaan karena tempat-tempat utama tetap masuk daftar.
Masjid Quba: Shalat Dua Rakaat yang Setara Umrah
Masjid Quba jadi pemberhentian
pertama kami. Rombongan berangkat pagi hari, saat Madinah belum terlalu panas.
Mutawwif kami menceritakan bagaimana Rasulullah SAW membangun masjid ini
bersama para sahabat setelah hijrah.
Saat kakiku menapak pelataran
masjid, aku terdiam sejenak. Bukan karena megahnya bangunan, tapi karena
membayangkan: inilah titik awal peradaban Islam di tanah hijrah.
Aku menepi dan menunaikan dua rakaat, sebagaimana anjuran Nabi. Selesai shalat, aku berdoa panjang. Rasanya seperti sedang duduk bersama para sahabat, dalam sunyi yang penuh makna. Masjid ini punya ketenangan tersendiri.
Masjid Qiblatain: Perintah yang Mengubah Arah Sejarah
Kami melanjutkan perjalanan berikutnya. Dari dalam bus Mutawwif menjelaskan dengan semangat bagaimana kiblat umat Islam berubah dari Baitul Maqdis ke Ka’bah di masjid ini. Aku sempat membayangkan betapa taatnya para sahabat: langsung berbalik arah saat shalat karena datang wahyu. Tidak banyak tanya. Tidak ada debat. Masjid ini punya dua mihrab. kami tidak turun bus karena tidak cukup waktu di agenda ziarah hari ini.
Jabal Uhud: Bukit Penuh Cinta dan Luka
Destinasi berikutnya adalah Jabal
Uhud. Dari jauh, bukit ini tampak biasa saja. Seperti kebanyakan pegunungan yang membentang. Tapi ketika Mutawwif menjelaskan tentang betap dahsyatnya pahala salat jenazah yang setara dengan Jabal Uhud ini dan kami turun dari bus
dan mulai berjalan menuju area pemakaman syuhada, suasananya langsung berubah.
Mutawwif menceritakan kisah Perang Uhud. Di sinilah Sayyidina Hamzah gugur. Di sinilah
Rasulullah SAW terluka. Aku menggigit bibir, menahan tangis. Banyak jamaah
menangis diam-diam. Aku pun ikut menunduk, membacakan Al-Fatihah untuk para
syuhada.
Uhud bukan sekadar tempat bersejarah. Ia adalah pelajaran bahwa cinta sejati pada Rasulullah bukan hanya tentang pujian, tapi juga kesiapan berkorban.
Mampir ke Kebun Kurma di Madinah: Wisata Singkat yang Manis dan Berkesan
Salah satu agenda yang kadang dipandang sepele tapi justru paling membekas buatku selama di Madinah adalah: kunjungan ke kebun kurma. Nggak terlalu ramai dibahas, tapi buatku ini semacam oase kecil di tengah padatnya rangkaian ibadah.
Awalnya kupikir ya cuma lihat pohon kurma dan beli oleh-oleh. Tapi ternyata, pengalaman di sana jauh lebih dari itu. Apa saja yang bisa dilakukan di kebun kurma?
1. Mencicipi kurma segar langsung dari pohonnya
Berhubung aku menyukai kurma, di sana aku puas mencicipi berbagai jenis kurma. Beberapa aku juga tanya-tanya ke penjual kurma tentang produksi kurma ini. Kepo banget aku ya. Secara waktu itu kita gak bisa masuk ke kebunya langsung. Tapi di area penjualan kurma yang dibatasi pagar kawat dan dikelilingi kebun kurma. Jadi lihat kebunnya dari pagar kawat. Hehe.
2. Belanja oleh-oleh kurma dan produk olahan
Setelah mencicipi, tentu saja aku membelinya. Kurma yang kubeli adalah yang biasa kumakan yaitu kurma nabi dan kurma muda. Kurma ini kubawa hingga kembali ke Pekanbaru dan sampai pula menyebrangi laut ke tempat aku tugas untuk dibagi-bagikan.
3. Foto-foto cantik di tengah pohon kurma
Foto-foto nya gak di tengah pohon kurma sih. Di sekitar pohon kurma intinya. Karena tadi itu dibatasi pagar kawat.
Singkat banget ya beberapa hariku di Madinah ini. Mungkin jika punya waktu lebih panjang, aku bisa berkeliling lebih puas. Beberapa temanku sudah mencoba umroh mandiri. Tapi mereka sudah punya pengalaman beberapa kali umroh dengan travel. Jika di waktu lain aku punya kesempatan, aku juga ingin emncoba umroh mandiri biar lebih lama di Madinah dan hemat biaya tentunya.
Kalau kamu ingin berziarah secara mandiri, baik setelah program travel selesai atau karena ingin suasana yang lebih tenang berikutnya, beberapa tips ini bisa membantu:
1. Sewa sepeda listrik atau gunakan careem/uber
Beberapa lokasi seperti Masjid Quba bisa dijangkau dengan sepeda listrik Careem Bike atau taksi online. Sepeda cocok untuk jarak dekat dan suasana santai. Cerita tentang cara menyewa sepeda listrik ini sudah pernah aku tulis di sini ya.
2. Riset rute dan lokasi
Gunakan Google Maps untuk
mengecek jarak dan arah. Beberapa tempat bisa ditempuh dengan jalan kaki pagi
hari, terutama jika hotelmu dekat Masjid Nabawi.
3. Bawa air minum dan pelindung diri
Cuaca Madinah bisa sangat terik.
Topi, kacamata, atau payung lipat akan sangat membantu, apalagi jika membawa
anak atau lansia.
4. Cetak ringkasan sejarah tiap lokasi
Tak ada pemandu? Bawa catatan
kecil tentang sejarah tempat yang akan dikunjungi. Bisa juga unduh podcast atau
video pendek agar tetap terasa 'hidup'.
5. Jaga adab, jaga hati
Ziarah bukan wisata biasa.
Hormati tempat. Hindari selfie berlebihan, terutama di area makam syuhada.
Fokus pada perenungan dan doa.
Setelah rangkaian ziarah, aku kembali ke pelataran Masjid Nabawi. Langit Madinah menjingga. Suara azan bergema. Rasanya aku tak ingin cepat pulang. Jujur waktu itu aku takut sekali jika harus berpisah dengan Madinah dan Masjid Nabawi.
Ziarah sejarah bukan soal berapa banyak tempat yang kita datangi, tapi seberapa dalam kita menyerap maknanya. Madinah tak pernah memanggil orang sembarangan. Kalau kamu sampai di sini, percayalah, kamu adalah tamu istimewa.
Masya Allah.
BalasHapusSelalu senang baca tulisan, Mbak. Berasa ikut serta jadinya. Ditunggu kelanjutan ceritanya ya, Mbak🙏😁
Oiya, bisa juga nih nanti buat tips n trik khusus utk umrah mandiri